Merubah petani di Flores sebenarnya tidak terlalu susah dan rumit. Proses merubah petani tidak bisa hanya dilakukan dengan berbicara di ruangan atau suatu tempat tapi harus ada kunjungan ke kebun petani. Bila tidak sampai ke kebun petani kita tidak bisa merubah petani.Jadi ada kunjungan kebun untuk briefing di kebun.
bisa bayangkan ada petani yang kebunnya tidak pernah dikunjungi oleh orang lain, hanya dia saja setiap hari.Maka ketika kita datang ke kebunnya, kita tidak omong apa – apa pun, semangatnya sudah muncul.Dia pulang ke rumah dia akan ceritera kepada isteri dan orang lain. Jadi tiap bulan wajib hukumnya bagi pendamping lapangan melakukan kunjungan ke kebun.Jadi si staf bisa tahu dimana kebun petani, kalau kalau omong kebun petani dia tahu letak kebun petani tersebut.
Hal ini disampaikan direktur Wahana Tani mandiri ( WTM ), Carolus Winfridus Keupung yang selalu mendampingi kelompok tani di kabupaten Sikka kepada penulis yang menemuinya Jumat ( 31/10/2014 ). Petani Flores kata Winfridus, harus mempunyai pengetahuan teknis tentang tanah. Soal struktur tanah dan tekstur tanah tambahnya, petani harus mempunyai kemampuan untuk merubahnya.
“ Yang tidak bisa dirubah adalah tingkat elevasinya misalnya di ketinggian tertentu sebuah tanaman tidak cocok maka tidak boleh ditanam karena tidak bisa.Syarat tumbuh tanaman itu yang harus dipenuhi, dia butuh iklim seperti apa, itu yang harus dipenuhi,dia butuh tanah seperti apa itu yang harus dipenuhi.Mau disitu tanahnya tandus atau apa semuanya itu bisa dirubah, Petani harus bisa merubah struktur dan tekstur tanah “ jelasnya.
Pendamping dan petugas penyuluh pertanian juga sebut Winfridus, harus bisa melihat keterbatasan petani dan memberikan meterologi yang tepat yang diterapkan di setiap kelompok petani.Setiap kelompok tani tuturnya, mempunyai karakter yang berbeda. Jadi, jika sebuah metode tidak bisa dikembangkan pada sebuah kelompok maka pendamping himbaunya harus merubah metode yang dipergunakan.Untuk itu Winfridus menyarankan agar pendamping perlu melihat kelemahan di kelompok tersebut dimana dan mengganti metode pendampingan.
Gali Potensi Lokal
Dari 7 staff yang ada di WTM, ada 4 staf yang bertugas di lapangan sementara 2 staf masih melakukan penelitian tentang ekologi pedesaan dan kebun contoh.Total petani yang sedang didampingi WTM tahun 2014 sebanyak 1600 petani yang terbagi dalam 97 kelompok tani di 19 desa dan tiga kecamatan yakni Mego, Tanawawo dan Magepanda.Sebagian besar petani yang didampingi WTM paling banyak petani kakao.
Tantangan dalam pendampingan petani sebut Winfridus hampir tidak ada. Yang sering ditemui di lapangan yakni keterbatasan modal petani. Untuk mengakalinya WTM biasanya menggali potensi lokal yang mereka miliki. Misalnya pembentukan kelompok arisan atau koperasi. Terus terang tambah Winfridus, WTM tidak mempunyai modal jadi tidak memberikan bantuan modal. Bahkan bibit tanaman pun sebutnya WTM tidak memberikannya.
“ Kami mendidik petani agar bisa mandiri.Tapi biarpun tidak dibantu hampir tiap saat ada saja petani yang datang ke kami minta untuk didampingi.Jadi sebenarnya para petani punya kemauan besar untuk berubah, mereka haus akan informasi. Semuanya tentu berpulang kepada para pendamping.Kita tidak boleh mengatakan petani bodoh tapi kita yang salah dalam melakukan pendampingan. Kita yang harus mengoreksi diri “ pungkasnya. ( Ebed de Rosary )