Quantcast
Channel: EBED DE ROSARY
Viewing all articles
Browse latest Browse all 339

Yance Moa dan Produksi Keramik Setinggi Dua Meter

$
0
0



Pengrajin akan dihargai dan dimuliakan tapi kalau tidak mau tekun, tidak mau serius maka itu sebuah kerugian. Karena saya pengrajin maka menteri dan semua pejabat negara mengunjungi saya.Itu kebanggan buat saya, kebanggan dalam berceritera, kebanggaan sebagi pengrajin. Saya bersyukur karena berkat Tuhan semua mereka mau mengunjungi saya.

Yohanes Vianey Moa biasa disapa Yance sudah menanti kedatangan Cendana News di kediamannya, Senin (28/12/2015 ).Perbincangan santai dilakukan di sebuah bale – bale bambu di bawah rindangnya beringin depan ruang pamer Mia Keramik miliknya. Seraya menyeruput kopi Flores,Yance berceritera banyak soal motivasi dan suka duka menjadi pengrajin gerabah dan keramik hias. 

Bukan sebuah kebetulan menurut Yance, dirinya dan sang isteri tercinta terlahir di kampung yang memiliki budaya membentuk tanah liat. Isteri saya sebut Yance, berasal dari kampung kecil bernama Rabangodu yang artinya membentuk tanah liat di kabupaten Bima propinsi Nusa Tenggara Barat. Sementara dirinya berasal dari desa Wolokoli di Sikka yang tenar sebagai kampung gerabah.

 “ Budaya itu pernah hidup disana dimana nenek isteri saya seorang pengrajin tetapi sayangnya di Rabangodu kini hanya menyisakan nama tak ada lagi pengrajin gerabah, sementara di Wolokoli masih tetap lestari.Kami berdua sebenarnya generasi berikut, namun dari sisi spiritual saya bangga ada di dunia gerabah “ tuturnya bersemangat.



Melestarikan Budaya

Memilih jalan hidup sebagai pengrajin gerabah bagi Yance berangkat dari usaha,upaya serta spirit menjaga warisan dari generasi ke generasi. Nilai inspirasi anak pertama dari empat bersaudara pasangan suami isteri Paulus Moa dan Gerardina Dua Kesik guna melestarikan budaya membuatnya tahun 2011 terjun ke dunia pembuatan gerabah dan keramik hias.

“ Tapi dengan kecenderungan dan minat, saya masuk ke konsep pengembangannya. Kalau di kampung saya mereka masih memproduksinya secara tradisoinal “ terang suami dari Margaretha Yohana Moa.

Di tahun 2010 tutur pencinta lingkungan ini, dirinya kembali ke kampung Wolokoli dan belajar dari seorang anak muda yang sampai sekarang masih membuat gerabah.Sesudahnya kisah Yance,dia mencari ilmu dan mengasah keterampilan dengan berguru pada  beberapa pengrajin besar di Lombok, Yogyakarta hingga Plered dengan menetap selama kurun waktu satu dua bulan.

Setelah merasa cukup bekal, tahun 2011 Yance kembali ke Maumere dan memastikan untuk terjun ke pembuatan gerabah. Jalan hidup ini ditempuh sebab menurutnya menjadi pengrajin gerabah setidaknya dia bisa merangsang anak muda di kampung Wolokoli, 

Dirinya meyakini generasi muda, adik – adiknya  di kampung tidak mungkin membuat Tutuunu. Membuat Tutuunu( gerabah ) secara lokal sudah memilik pasar tersendiri, itu dibuat orang tua, nenek - nenek kami dan sesudahnya dijual ke pasar lokal dan dipergunakan untuk memasak Moke ( Arak ). Kalau generasi muda kata Yance, tentu tidak masuk ke pasar itu tapi mereka lebih fokus ke pengembangannya.

 “ Saya pernah sekali membawanya ke Timor Leste, dan dalam silahturami antar daerah dan negara tadi kita punya banyak kesamaan. Kita sama – sama pernah dijajah Portugis, agama dan budaya adat istiadat juga mirip. Motif tenun ini juga untuk mereka tidak jauh berbeda tapi mereka lebih tertarik ke motif umum “ paparnya.

Melukis motif tenun ikat Sikka seperti motif Mawarani dan lainnya, kerap dilakukan Yance pada gerabah produksinya. Pria periang ini menyuruh sang isteri ke pasar dan membeli copyan motif tenun ikat, dan jika dilihat menarik maka langsung diadopsi guna dilukis pada gerabah.

 “ Kalau gerabah dan keramik motif tenun, paling digemari di Sikka saja.Karena kalau kita bawa ke kabupaten lain mereka juga punya motif sendiri, belum tentu mereka suka “ ungkap tamatan SMA1 Dili.



Bekerja Kolektif

Walau belum masuk kategori usaha besar, Mia Keramik tetap berproduksi secara rutin, Jika hanya bergantung pesanan, ucap Yance, usaha miliknya tentu tidak jalan. Menurut Yance, pribadinya bukan saja pebisinis tapi juga menyalurkan hobby.

Banyak hal melatari niat baik Yance. Dipaparkan pria murah senyum ini, ada banyak konsep yang lebih penting, bagaimana dia punya kebanggaan selain melestarikan budaya sekalian memanfaatkan nilai ekonomisnya. Tapi untuk terus berjalan tentu semua ini tergantung dari produksi dan pemasaran. 

Mia Keramik memilik  11 orang tenaga kerja yang berkarya rutin dimana 3 orang pemasaran sementara pengrajin 8 orang. Konsep Mia Keramik sedikit berbeda dimana satu tahun dua bulan produksi dan aktif, tiga bulan istirahat.

“ Dalam tiga bulan istirahat produksi, ketersediaan stock harus terjamin. Jadi disini semua sampel produk cadangannya masih ada, ketika cadangannya mulai berkurang mereka harus mulai aktif lagi “ terang lelaki kelahiran Lela, 02 Mei 1966.

Ada kiat untuk mengakali hal tersebut. Kalau produk untuk dijual ke lokal saja tidak masalah sambung Yance,saudara dari Wolokoli dan Sumba tiap hari kita bisa sama – sama.Tetapi tenaga terampil saya, satu tahun dua bulan mereka harus kembali ke Jawa baru kembali lagi saat waktu produksi dimulai. Jika tidak begitu sebutnya, Mia Keramik harus membiayai sekian banyak produksi setiap hari dan terasa sangat berat.

Jenis - jenis gerabah buah karya Mia Keramik terdiri atas bangku meja, sirkulasi air, jenis - jenis Vas Ming, guci, aneka pot dan souvenir.Yang paling tinggi harganya 4 juta untuk gerabah setinggi 2,2 meter serta terendah dilepas di kisaran 3 ribu rupiah untuk jenis cinderamata. Kalau bangku meja papar Yance untuk 3 bangku dan sebuah meja dibanderol dengan harga 1,5 juta rupiah.

Selain di Sikka gerabah dan keramik hias karya rumah produksi di dusun Wairhubing desa Watuliwung ini juga dipasarkan di Flores Timur, Labuan Bajo, Ende, Kupang, Kefamenanu, dan Belu. 

Rutin Pameran

Pembeli produk Mia Keramik kebanyakan personal. Jika di Sikka semua instansi bank dan hotel menggunakan produk Yance sementara untuk di Kupang hampir semua hotel jadi pelanggan.Saat ditanyai CendanaNews berapa keuntungan yang didapat, dengan bergurau Yance menjawab relatif, tergantung besar kecilnya produk. Yang pasti terangnya,dirinya bisa membiayai tenaga kerja.

Tidak semua produksi dilego ke pasaran misalnya desain tertentu seperti motif marmer. Produksi massal dilakukan dan kalau orang sudah mulai jenuh dengan desain produk lainnya kata Yance, baru model ini dilepas ke pasaran.Yance mencontohkan, saat di kupang 4 kali pameran dirinya tampil dengan model berbeda. Awalnya mengusung model tembaga, kedua finishing umum, pada pameran keempat baru motif marmer.

Ada berapa kali pameran yang dikiuti Mia Keramik yakni di Kupang sudah lima kali, NTT Fair 3 kali,NTT Expo 2 kali, Labuan Bajo saat Sail Komodo, sementara di Jakarta saat gelaran Trade Expo. Pameran merupakan arana untuk memperkenalkan produk. Kalau bisa produksi kita harus bisa menjual ungkap pria yang gemar mengajak masyarakat melakukan penghijauan.

“ Kalau pameran di Kupang itu insiatif saya daripada stand Sikka tidak diisi. Saya harus biayai sendiri, paling tidak saya harus punya modal tapi dalam kebanggaan sebagai orang Sikka saya harus mengumumkan bahwa kita juga punya gerabah yang bagus,tanah liat bagus “ tutur anak dari mantan bupati Sikka. 

Punya Kelebihan

Kalau dalam dunia gerabah keramik hias, ukuran lokal di NTT, Yance katakan dirinya menaruh hormat dengan semua, tetapi biarlah dia bicara entah nanti diakui atau tidak, tetapi dia hanya mau bilang, Sikka selain memiliki tenun ikat juga memiliki budaya tanah liat yang luar biasa. Kualitas tanah liat Wolokoli ungkapnya sama seperti tubuh manusia dia punya tulang dan daging, jadi ketika dia dibakar dengan ukuran jam sekian dia sudah punya kekuatan. Kalau daerah lain ketika dibakar dia cuma punya daging saja tidak punya tulang sehingga tidak ada kekuatan.

“ Itulah kelebihan tanah liat Wolokoli periuknya dibakar berjam - jam berbulan - bulan bahkan setelah dipakai bertahun - tahun dan dibakar berulang - ulang kali periuknya tetap bagus “ sebut ayah lima anak.

Saat Mia Keramik tampil di Trade Expo, menteri koperasi kagum karena saat itu mereka tampil dengan model tanah liat yang berbeda, bentuk tanah liat yang salah buat.Itu yang membuat menteri datang dan mampir ke rumah produksi Mia Keramik tahun 2013.

Sebenarnya orang Flores tidak susah,kontinetal tua, bumi tua termasuk Flores, makanya ada Komodo, manusia purba, gajah purba. Kalau mau kita buktikan, tantang Yance,teman – temannya di Yogyakarta membakar dalam tungku butuh waktu 24 sampai 28 jam di Jawa Barat akan lebih lama lagi, sementara dirinya cuma butuh waktu 10  hingga 14 jam cukup. Proses pengeringan seperti pot bunga, butuh waktu 5  sampai 6 hari di Jawa,di Flores hanya satu hari saja.

“ Tanah kita cepat kering, tanah dan iklim sangat membantu kita. Ini terkait dengan kecepatan proses produksi, kecepatan untuk menyediakan permintaan. Itu yang jadi keunggulan kita, cuma selama kita berjuang sendiri tentu pintar – pintar atur nafas sebab modal terbatas “ katanya.

Waktu menteri koperasi datang ke tempatnya dan ditanyai minta modal berapa dan dijawab 250 juta rupiah, menetri dan semua orang tertawakan dirinya bahkan marah. Dikatakan Yance, dia hanya katakan dirinya bukan penganut orang yang minta besar tapi penganut melakukan hal yang paling kecil tapi manfaatnya besar. Saya minta nilai real dan saya akan buktikan manfaatnya ucap ayah dari dua putra dan 3 putri.

“ Syukur - syukur menteri belum sempat bantu, tapi saya enjoy saja.Itu motivasi buat saya,supaya saya semangat, itu kebanggan buat saya dan saya imani belum tentu yang saya minta akan saya dapatkan.Tapi saya bersyukur, beliau mau ke sini itu kebanggan buat saya, kebanggan dalam berceritera, kebanggaan sebagi pengrajin,karena saya pengrajin maka semua mereka mengunjungi saya “ tuturnya seraya tertawa lepas.

Kejadian ini membuatnya memotivasi semua pengrajin dengan berpesan, jadilah pengrajin dan bangga karena sekarang jamannya kreatif. Pengrajin akan dihargai dan dimuliakan tapi kalau tidak mau tekun tidak mau serius maka itu sebuah kerugian.Yance mencontohkan,kementrian daerah tertinggal,menteri lingkungan hidup, kementrian pariwisata, serta dari propinsi, dinas pariwisata dan lingkungan hidup selalu menyambangi bengkelnya. 

Dalam sejarah dunia kerajinan ini di Indonesia beber Yance belum pernah dibuat meja ukuran diameter 1 meter tapi Mia Keramik sudah bisa memproduksinya.Sumatera Utara tahun 2009 berupaya dengan diameter 80 sentimeter tapi dia pecah di perjalanan. 

“ Ada tantangan di dunia kerajinan ini.Dalam dunia gerabah keramik hias, NTT tidak kalah.Kita siap hanya dalam menjangkau pasar yang lebih luas kita tidak bisa sendiri, itulah peran pemerintah. Saya sudah diminta ekspor ke Meksiko dan Perancis namun saya masih mengukur diri, masih belum ada modal. Satu hal yang pasti, lakukan hal kecil untuk manfaat yang besar “ pungkasnya mengakhiri obrolan.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 339

Trending Articles