Quantcast
Channel: EBED DE ROSARY
Viewing all 339 articles
Browse latest View live

Dua Tahun KBM Tanpa Gedung, Masyarakat Swadaya Bangun SMA Demon Pagong

$
0
0
SMA Demon Pagong yang belum dibangun secara swadaya oleh masyarakat dan direncanakan akan ditempati tahun ajaran baru 2015. ( Foto : Ebed de Rosary )
Masyarakat kecamatan Demon Pagong kabupaten Flores Timur berswadaya membangun sekolah manengah atas ( SMA ) Demon Pagong secara sederhana. Bangunan sekolah yang berada di desa Lewokluok tepatnya sekitar 500 meter arah utara jalan negara trans Flores ini merupakan bangunan sederhana berlantai tanah, berdinding Keneka ( bambu belah ) dan beratapkan seng bekas.

Pembangunan gedung sekolah ini dilakukan oleh masyarakat 7 desa yang tergabung di kecamatan Demon Pagong sejak awal Januari 2015 karena masyarakat menyadari bahwa banyak siswa lulusan sekolah manengah pertama ( SMP ) Pati Beda di Lewokluok yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan orang tua agar anaknya bisa melanjutkan pendidikan di kota Larantuka dan jaraknya yang jauh dari wilayah kecamatan Demon Pagong, jadi alasan para orang tua dan siswa tidak mau melanjutkan pendidikan.

Hal ini disampaikan kepala sekolah SMA Demon Pagong, Valentinus Malik Lein,Spd kepada wartawan yang menemuinya, Kamis ( 18/06/2015 n) di Lewokluok. Dikatakan Valens, dengan adanya pembangunan gedung sekolah sendiri diharapkan status sekolah yang sudah berjalan 2 tahun ini bisa diakui pemerintah. Selama 2 tahun beroperasi, kegiatan belajar mengajar ( KBM ) menumpang di SMP Pati Beda di Lewokluok dan dilaksanakan jam 13.00 wita hingga 18.00 wita.Valens meminta para guru asli Demon Pagong dan guru di SMK Frateran Podor Larantuka untuk meluangkan waktu mengajar di sekolah ini.Saat ini jumlah murid kelas dua 25 orang sementara kelas tiga sebanyak 19 orang.

“Jika sudah ada ijinnya kami bisa melaksanakan ujian sendiri di sekolah. Sasaran kita agar sekolah ini bisa dibiayai pemerintah sebab kami masyarakat Demon Pagong juga merupakan anak bangsa. “ ujarnya.

Kepala sekolah SMA Demon Pagong, Valentinus Malik Lein,Spd. ( Foto : Ebed de Rosary )
Bisa Diakui

Harapan senada disampaikan Siprianus Dadu Lein kepala desa Lwokluok dan Dince Beribe, sisiwi SMA Demon Pagong yang ditemui di hari yang sama saat pagelaran ritual adat. Dipaparkan Siprianus, tanah untuk lokasi sekolah merupakan tanah hibah dari masyarakat Demon Pagong. Pengerjaan pembangunannya pun tambah Siprianus dilakukan masyarak secara bergotong royong.Dirinya berharap agar pemerintah bisa mengakui sekolah ini sehingga anak – anak asal Demon Pagong bisa melanjutkan pendidikan di wilayah mereka dan tidak harus menetap di ibukota kabupaten maupun bersekolah di sekolah lainnya di Maumere, kabupaten Sikka.

Menurut Dince, dengan bersekolah di SMA Demon Pagong dirinya bisa membantu meringankan biaya orang tua sebab sekolahnya dekat dengan desa Lewokluok.Orang tua ujar Dince bisa menabung agar nanti saat kuliah di luar daerah oranf tuanya sudah memiliki cukup biaya.Dirinya berharap agar pemerintah segera memberikan ijin operasionalnya sehingga dirinya yang sekarang duduk di kelas 3 bisa melaksanakan ujian di sekolah mereka sendiri.

“ Pemerintah juga harus menempatkan guru pegawai negeri di sekolah swasta di desa juga jangan cuma di kota saja karena sekolah swasta juga mencerdaskan anak bangsa “ ungkap Dince.

Disaksikan penulis di lokasi sekolah, bangunan yang berdiri di atas tanah sepanjang ± 50 meter dan lebar ± 10 meter ini memiliki panjang ± 12 meter dan lebar ± 8 meter dimana semua tiangnya mengunakan bambu bulat. Dinding bangunan menggunakan Keneka ( bambu belah ) dan lantainya masih berupa tanah.Hanya ada 2 ruang kelas dengan panjang ± 6 dan lebar ± 5 meter. Pintu ruangan masih belum terpasang. Tanah sekitar bangunan sekolah masih berupa tanah dengan batu – batu besar yang masih tertanam di dalam tanah meski arealnya sudah dibersihkan.Areal sekelilingnya pun masih berupa kebun.

Papan nama sekolah juga belum terpasang. Terlihat sebuah pipa air berada di samping barat gedung sekolah dengan selang air panjang terpasang disana.Pondasi bangunan dibuat setinggi ± 50 sentimeter dengan campuran semen seadanya. Atap pun memakai seng bekas dimana terlihat dari warnanya yang kemerahan akibat berkarat.Tak ada daun jendela sehingga jendela hanya ditutup menggunakan potongan bambu selebar ± 3 sentimeter yang dipaku memanjang. ( ebd ) 

Penulis : Ebed de Rosary, wartawan FBC - www.floresbangkit.com

Pantai Pede dan Perjuangan Ruang Publik

$
0
0

 Penulis saat berada dipantai Pede yang dipenuhi sampah plastik

Pantai  Pede, sebuah pantai berpasir putih seluas 4, 5 hektar dengan bentangan garis pantai sepanjang ± 1 kilometer semakin ramai diperbincangan dewasa ini. Selepas gelaran Sail Komodo yang berpuncak di pantai ini,kepemilikan pantai ini dipersoalkan.Sebagian besar masyarakat Manggarai Barat yang tergabung dalam berbagai ormas dan para tokoh adat berjuang agar pantai ini tetap menjadi ruang publik.

Penulis mencoba mampir ke pantai ini Rabu ( 19/11/14 ) untuk melihat dari dekat kondisi pantai ini.Pantai yang dipersoalkan ini tenyata hanya menyisakan sedikit saja luasnya. Sisi timur dan barat sudah berdiri hotel berbintang seperti Bintang Flores, La Prima dan hotel Jayakarta. Tak heran bila areal tersisa pantai Pede diincar untuk dibangun hotel berbintang dan sarana rekreasi lainnnya yang tentunya merampas hak masyarakat untuk bebas memanfaatkan ruang publik ini.

Aset Propinsi

Bicara pantai Pede tentunya berkaitan dengan Labuan Bajo sebagai sebuah kabupaten baru hasil pemekaran dari kabupaten Manggarai.Geliat pariwisatanya berlari kencang meninggalkan pembangunan sarana dan pra sarana lainnnya dikabupaten ini. Jalan raya yang menyandang status jalan propinsi maupun kabupaten masih jauh dari mumpuni. Selain sempit, jalan tersebut tidak dilengkapi trotoar dan saluran air di kedua sisinya yang menjadikan jalan bak kubangan saat musim hujan.Air tergenang di got dan sampah menumpuk jadi pemandangan biasa.

Pantai Pede pun terkena imbas dari geliat pariwisata ini. Pantai yang awalnya tidak dilirik dan terkesan jauh dari eksotik ini mulai dikapling pemodal.Orang kaya dari luar daerah mulai membangun hotel sepanjang alur pantai Pede dan menjadikan pantai ini sebagai area privasi. Akses masyarakat ke pantai Pede pun di tutup.

Persoalan memuncak saat perusahaan PT. Sarana Investama Manggabar menandatangani MOU bersama Pemprov NTT. Perusahaan bergerak cepat memagari areal pantai Pede karena mereka diberikan hak eksklusive mengelola pantai ini selama rentang waktu 25 tahun ke depan.

Pemprov NTT beralasan bahwa pemerintah ingin meningkatkan pendapatan asli daerah ( PAD ).Dengan memberikan hak pengelolaannya kepada investor pemerintah berkeyakinan pendapatan asli daerah akan meningkat.Pemerintah bahkan mengabaikan realitas selama ini dimana pantai Pede menjadi satu – satunya pantai yang bisa diakses publik secara gratis.



Selain itu, penguasaan pantai Pede oleh PT.SIM menuai kecaman sebab pemerintah propinsi terkesan melangkahi pemerintah kabupaten.Bukan itu saja, penandatanganan MOU pun tanpa diketahui DPRD NTT.Pemprov beralasan bahwa pantai Pede merupakan aset pemerintah provinsi dan belum diserahkan ke pemerintah kabupaten Manggarai Barat.

Minim Ruang Publik

Jika dikelompokan, terdapat tiga kelompok yang mempunyai kepentingan berbeda terkait pantai Pede. Kelompok pertama terdiri dari masyarakat lokal yang diwakili oleh tokoh adat, pemerhati budaya, LSM.Kedua, para investor dan ketiga adalah pemerintah, baik pemerintah Manggarai Barat maupun pemerintah propinsi NTT ( Isodorus Lilijawa, Sfil,MM, Pantai Pede, Riwayatmu Kini, Pos Kupang 20 November 2014 ).

Masyarakat dengan berbagai elemen yang ada terus berjuang melalui berbagai sarana agar secuil pantai yang tersisa terbebas dari cengkeraman pemodal.Suara ini tentu beralasan. Penulis yang berada seminggu di Labuan Bajo menyaksikan sangat terbatasnya areal pantai yang bisa dipakai sebagai ajang rekreasi masyarakat..Hampir semua garis pantai di sebelah timur maupun barat pelabuhan laut Labuan Bajo sudah dipenuhi sarana rekreasi baik hotel maupun restoran.Tentunya akses masyarakat ke pantai pun kian dipersulit.

Areal pantai sekitar pelabuhan laut tidak menyisahkan pasir. Tanggul dibangun sepanjang areal ini.Sisi timur dipenuhi warung – warung makan. Wisata kuliner Kampung Ujung kini jadi pesona di malam hari. Puluhan warung makan di areal tersebut dibanjiri pengunjung. Harga makanannya pun tidak bisa dikatakan murah dan terjangkau bagi warga lokal.Bisa dikatakan, area ini pun kini disesaki wisatawan.

Sebelah barat pelabuhan dijadikan taman dengan jalannya yang lapang.Soreh hari kita masih menjumpai areal ini disesaki masyarakat. Ada yang mengisi senja dengan bermain bola. Ada yang duduk di sepanjang tanggul sambil bercengkerama menikmati sunset. Saat malam hari, areal ini juga sering dimanfaatkan anak muda untuk nongkrong sambil bermain musik. Beberapa bangunan beratap seng dan ilalang kerap dijadikan tempat melepas lelah.

Bukit Cinta yang berada di sisi bandara Komodo pun kini tinggal kenangan. Saat menapaki lokasi ini, yang tersisa sekali lagi tumpukan sampah dan pecahan beling di sekitar jalan beraspal. Lokasi yang strategis dan memanjakan mata menatap gugusan pulau diperairan Labuan Bajo ini pun harus tergerus akibat peluasan bandara. Areal sekitarnya pun di beberapa  sisi bukit Cinta sudah dikapling dan jadi milik pemodal asing.

Ketiadaan ruang publik yang bisa dijadikan tempat berwisata bisa dipahami menjadi alasan kenapa areal pantai Pede yang tersisa coba dipertahankan agar tidak  dikuasai pemodal.Harus disadari juga, mahalnya biaya transportasi dan akses ke pulau Komodo dan pulau – pulau sekitarnya membuat wisatawan lokal Flores berkantong cekak tidak bisa menjangkaunya.Tentu pihan utama yakni menyaksikan geliat pariwisata Labuan Bajo sambil menikmati sedikit ruang wisata publik yang tersisa dan murah biaya.

Tidak Tertata

Nama besar pantai Pede dengan segudang hiruk pikuk permasalahan yang membelitnya membuat penasaran penulis untuk menyambanginya. Pagar seng menyambut pnulis saat memasuki arela pantai ini Rabu ( 19/11/14) pagi bersama teman wartawan FBC dari Ende. Hanya tampak beberapa warga lokal yang sedang beristirahat melepas penat di sisi barat. Terlihat seorang remaja sedang menata gawang yang kemungkinan akan dipergunakan bermain bola.

Bayangan akan keindahan pantai Pede pun sirna. Sampah plastik bekas air mineral bertebaran di sepanjang pesisir pantai.Tidak terlihat seorang wisatawan asing yang menikmati pasir putih pantai ini. Sejak gerbang masuk sampah plastik bersrakan dimana – mana dalam jumlah yang sudah dikategorikan membahayakan untuk sebuah pantai wisata.

Hal ini berbeda jauh dengan wilayah pantai Pede yang sudah masuk wilayah privat hotel berbintang di sebelah barat dan timur pantai Pede yang tersisa. Seorang wisatawan asal Australia yang ditanyai penulis soal pantai Pede hanya geleng kepala. Dirinya merasa tidak tertarik menikmati pantai ini. Sampah jadi alasan utama disamping tidak tertatanya pantai ini dan terkesan dibiarkan terlantar.

Berlarut – larutnya persoalan pantai Pede tentunya membuat pantai ini terkesan tidak menarik di mata wisatawan lokal apalagi wisatawan asing. Penulis bahkan kaget melihat kenyataan pantai ini. Bayangan akan keindahannya sirna oleh gunungan sampah.Pasir putihnya pun jika dilihat kebersihannya masih jauh dibandingkan pasir yang sama di areal pantai hotel Atlantis yang berada di sebelah baratnya.

Eksekusi harus segera dilakukan. Ada dua persoalan yang harus dijawab. Apakah tetap membiarkan pantai Pede menjadi ruang publik ataukah merelakan pantai Pede ke tangan investor yang sudah mengantongi izin. Jika pantai Pede menjadi ruang publik tentunya harus ada pengelola yang bisa menyulap pantai Pede menjadi indah dan terbebas dari sampah.


Penulis : Ebed de Rosary                          Email : ebed@floresbangkit.com

Winfridus ; Merubah Petani Tidak Bisa Hanya Bicara di Ruangan Tapi Harus Lakukan Kunjungan Kebun

$
0
0
Merubah petani di Flores sebenarnya tidak terlalu susah dan rumit. Proses merubah petani tidak bisa hanya dilakukan dengan berbicara di ruangan atau suatu tempat tapi harus ada kunjungan ke kebun petani. Bila tidak sampai ke kebun petani kita tidak bisa merubah petani.Jadi ada kunjungan kebun untuk briefing di kebun.
bisa bayangkan ada petani yang kebunnya tidak pernah dikunjungi oleh orang lain, hanya dia saja setiap hari.Maka ketika kita datang ke kebunnya, kita tidak omong apa – apa pun, semangatnya sudah muncul.Dia pulang ke rumah dia akan ceritera kepada isteri dan orang lain. Jadi tiap bulan wajib hukumnya bagi pendamping  lapangan melakukan kunjungan ke kebun.Jadi si staf bisa tahu dimana kebun petani, kalau kalau omong kebun petani dia tahu letak kebun petani tersebut.

Hal ini disampaikan direktur Wahana Tani mandiri ( WTM ), Carolus Winfridus Keupung yang selalu mendampingi kelompok tani di kabupaten Sikka kepada penulis yang menemuinya  Jumat ( 31/10/2014 ). Petani Flores kata Winfridus, harus mempunyai pengetahuan teknis tentang tanah. Soal struktur tanah dan tekstur tanah tambahnya, petani harus mempunyai kemampuan untuk merubahnya.

“ Yang tidak bisa dirubah adalah tingkat elevasinya misalnya di ketinggian tertentu sebuah tanaman tidak cocok maka tidak boleh ditanam karena tidak bisa.Syarat tumbuh tanaman itu yang harus dipenuhi, dia butuh iklim seperti apa, itu yang harus dipenuhi,dia butuh tanah seperti apa itu yang harus dipenuhi.Mau disitu tanahnya tandus atau apa semuanya itu bisa dirubah, Petani harus bisa merubah struktur dan tekstur tanah “ jelasnya.

Pendamping dan petugas penyuluh pertanian  juga sebut Winfridus, harus bisa melihat keterbatasan petani dan memberikan meterologi yang tepat yang diterapkan di setiap kelompok petani.Setiap kelompok tani tuturnya, mempunyai karakter yang berbeda. Jadi, jika sebuah metode tidak bisa dikembangkan pada sebuah kelompok maka pendamping himbaunya harus merubah metode yang dipergunakan.Untuk itu Winfridus menyarankan agar pendamping perlu melihat kelemahan di kelompok tersebut dimana dan mengganti metode pendampingan.

Gali Potensi Lokal

Dari 7 staff yang ada di WTM, ada 4 staf yang bertugas di lapangan sementara 2 staf masih melakukan penelitian tentang ekologi pedesaan dan kebun contoh.Total petani yang sedang didampingi WTM tahun 2014 sebanyak 1600 petani yang terbagi dalam 97 kelompok tani di 19 desa dan tiga kecamatan yakni Mego, Tanawawo dan Magepanda.Sebagian besar petani yang didampingi WTM paling banyak petani kakao.
Tantangan dalam pendampingan petani sebut Winfridus hampir tidak ada. Yang sering ditemui di lapangan yakni keterbatasan modal petani. Untuk mengakalinya WTM biasanya menggali potensi lokal yang mereka miliki. Misalnya pembentukan kelompok arisan atau koperasi. Terus terang tambah Winfridus, WTM tidak mempunyai modal jadi tidak memberikan bantuan modal. Bahkan bibit tanaman pun sebutnya WTM tidak memberikannya.

“ Kami mendidik petani agar bisa mandiri.Tapi biarpun tidak dibantu hampir tiap saat ada saja petani yang datang ke kami minta untuk didampingi.Jadi sebenarnya para petani punya kemauan besar untuk berubah, mereka haus akan informasi. Semuanya tentu berpulang kepada para pendamping.Kita tidak boleh mengatakan petani bodoh tapi kita yang salah dalam  melakukan pendampingan. Kita yang harus mengoreksi diri “ pungkasnya. ( Ebed de Rosary )

Taman Makam Pahlawan di Maumere Dibiarkan Terlantar

$
0
0

Pemerintah kabupaten Sikka diminta menata Taman Makam Pahlawan yang berada di kelurahan Kota Uneng, kecamatan Alok. Pasalnya, Taman Makam Pahlawan tersebut tidak terurus dan lebih menyerupai kebun.Bila kita sebagai penerus perjuangan para pahlawan tidak menghargai jasa para pahlawan, tentunya kita juga tidak menghargai sejarah dan orang – orang yang berjasa memerdekakan dan berjuang demi kemajuan bangsa khususnya Nian Sikka.

Permintaan ini disampaikan Yohanes Nong Pedro warga Maumere yang ditemui di sekitar lokasi Taman Makam Pahlawan, Selasa ( 04/11/014 ). Dikatakan  Pedro, pemerintah Sikka seharusnya menata taman makam pahlawan ini agar bisa dipergunakn untuk memakamkan para pahlawan dan pejuang kemerdekaan di kabupaten Sikka dan juga para pemimpin dan tokoh masyarakat di Sikka yang berjasa bagi daerah ini.

“ Taman makam pahlawan tentunya bisa juga dipergunakan jadi tempat untuk memakamkan putra – putri terbaik kabupaten Sikka yang sudah berjasa di segala bidang.Tentunya mereka yang dimakamkan disana harus benar – benar orang yang berjasa dan sudah diakui masyarakat.Pemerintah bisa mengajukan nama - nama mereka untuk disahkan dewan.Kalau ditata dan diperhatiakan,tempat ini juga bisa dikunjungi anak – anak sekolah terkait pelajaran sejarah “  pintanya.

Selain itu tambah Pedro, pemerintah juga bisa buat buku mengenai para pahlawan dan mereka yang berjasa tersebut agar generasi penerus bisa mengetahuinya. Disesalkan Pedro, anak – anak sekolah sekarang tidak banyak yang tahu tentang perjuangan para pahlawan di Sikka. Pemerintah sebut Pedro, jangan hanya bangun patungnya saja tapi tempat pemakaman dan profil pahlawan dan orang – orang yang berjasa tersebut diabaikan.

Hal serupa disampaikan Stefanus Sumandi anggota DPRD Sikka asal PDIP yang ditemui penulis di gedung DPRD Sikka, Selasa ( 04/11/014 ). Negeri ini bisa merdeka dan kita bisa hidup layak sekarang ini kata Stef hanya karena perjuangan para pahlawan ini. Karena itu sebutnya,sebagai generasi penerus kita jangan melupakan jasa para pahlawan ini sebab melupakan jasa para pahlawan sama saja dengan melupakan sejarah.

“ Salah satu penghormatan kita adalh menata tempat peristirahatan mereka yang terakhir. Pemerintah harus menata secara baik sebagai bentuk penghargaan kita terhadap jasa para pahlawan. Taman makam pahlawan juga bisa menjadi media pembelajaran bagi siswa – siswa sekolah untuk  menimba nilai kepahlawanan para pahlawan kita “ tutur mantan guru SMK John Paul, Maumere ini.

Dengan mengunjungi taman makam pahlawan, kata Stef, akan tumbuh semangat patriotisme, semangat cintah tanah air dan bangsa dalam diri anak – anak sekolah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan sebutnya mengutip kata – kata Bung karno,

Disaksikan penulis, lokasi taman makam pahlawan yang didalamnya terdapat beberapa makam tersebut kondisinya memprihatinkan dan lebih menyerupai kebun. Hanya terdapat sebuah bangunan beratap seng di sebelah timur pintu masuk yang dipergunakan untuk menutupi makam. Pintu gerbang besinya sudah berkarat dan rusak. Hanya ada jalan tanah setapak menuju lokasi makam dari jalan utama.

Selain itu tembok pagar catnya sudah kusam. Bagian depan pintu gerbang dipenuhi rerumputan dan pohon singkong.Pemandangan yang sama juga dijumpai di dalam areal taman makam tersebut. Rumput – rumput liar dan pohon singkong setinggi ± 1,5 meter memenuhi lokasi ini.Juga terdapat beberapa pohon tuak ( lontar ). ( Ebed de Rosary )

Winfridus ; Petani Harus Mempunyai Mimpi Tentang Kebun Masa Depan dan Konsep Pertanian Berkelanjutan

$
0
0
Usaha tani petani harus dibenahi. Petani selama ini ada dan berkebun tapi otak dan pikiran mereka tidak berada di kebun tapi berada di tempat lain.Situasi kebun dan iklim tidak mendukung petani dalam mendapatkan hasil produksi yang baik sehingga menjadikan petani tidak bersemangat mengolah areal kebun dan sawah mereka.Usaha pertama yang harus dilakukan yakni menarik pemikiran petani yang selama ini kemana - mana agar fokus untuk kembali ke kebun.

Hal ini disampaikan Carolus Winfridus Keupung, direktur Wahana Tani Mandiri ( WTM ) yang ditemui penulisdi kantornya, Jumat ( 31/10/2014 ). Dikatakan Winfridus,WTM pada program awalnya mulai melakukan perencanaan petani.Semua petani sebut Winfridus harus mempunyai mimpi.Mimpi terhadap usaha tani. Perencanaan petani tambahnya tidak dalam suatu perencanaan yang luar biasa. Petani cuma menggambarkan kebun awalnya sekarang seperti apa dan kebun masa depan atau kebun impian.
Dicontohkan Winfridus,misalnya awalnya petani memiliki berapa pohon kemiri, ke depannya seperti apa misalnya kemiri harus berapa pohon, kakao harus ada berapa pohon atau tanaman apa lagi.Ituyang ada dalam perencanaan petani. Berdasarkan perencanaan petani tersebut, petani kemudian digiring masuk ke perencanaan kelompok dan Isu program WTM masukke dalam perencanaan mereka. sehingga inklud bahwa semua usaha mulai dari petani, rancangan WTM dan kelompok bias dilakukan bersamaan.

 “ Kawan – kawan petani ini kan jika dilihat dari apa yang kami dampingi  selama ini mereka mempunyai kemampuan yang cukup, potensi yang ada luar biasa.Tapi persoalannya mereka tidak difasilitasi secara baik.Kami mulai dengan memfasilitasi mereka baru boleh menemukan bahwa pada kawan – kawan petani ini sebenarnya yang paling utama dilakukan pendamping adalah bagaimana memotivasi mereka untuk bisa memberi jalan keluar. Sehingga walau tidak ada dukungan benih, bibit dan bantuan yang dibawa mereka bisa menerima dengan baik dan bersemangat “ ujarnya.

Tidak Memikirkan Bantuan

Semangat petani di kelompok tani sangat luar biasa.Memang ada kelompok petani yang memikirkan tentang bantuan dan mulai mundur teratur dan tidak mengikuti pendampingan yang dilakukan WTM.Dari sekitar 97 kelompok tani yang didampingi WTM urai Winfridus ada dua atau tiga kelompok yang memikirkan tentang bantuan.
Dari sekitar 1600 petani yang tersebar di 19 desa di tiga kecamatan yakni Mego, Tanawawo dan Magepanda yang didampingi WTM dalam program ini, rata – rata merupakan petani kakao sementara untuk kecamatan Magepanda prosentase petani sayur lebih banyak. Di setiap desa terdapat 5 kelompok dimana anggota kelompok ada yang hanya beranggotakan laki – laki saja, ada kelompok yang khusus perempuan dan ada yang campuran.

“ Kami di WTM tidak memberikan bantuan tapi mereka terus berdatangan dan minta untuk didampingi. Ini pertanda mereka haus akan informasi.Hal – hal ini yang tidak diperankan oleh kawan – kawan dari petugas penyuluh lapangan ( PPL ). Mereka boleh beteriak seribu kali tapi petani tetap sama saja, tidak akan ada perubahan perilaku karena memang tidak memberi solusi. Ini juga yang kami sampaikan kepada teman – teman LSM lain agar kalau mendampingi petani harus bisa memberi solusi jangan sekedar datang dan bawa bantuan “ tuturnya.

Mengembangkan Isu Organik

Dalam programnya Wahana Tani Mandiri menggali potensi yang dimiliki petani dan dimaksimalkan. Pertama bahwa petani punya lahan dan teknologi lokal, itu yang WTM angkat, didiskusikan dan diimplementasikan dari teknologi yang ada. Sehingga semangat yang ada dan dikembangkan di WTM adalah semangat organik.
Diungkapkan Winfridus, banyak petani yang kebingungan karena WTM mengembangkan isu organik sementara pemerintah dari dinas pertanian dan perkebunan masih dengan isu kimia. Hal ini membuat petani diajarkan untuk mulai melakukan penelitian. WTM kata Winfridus dulunya merupakan penyuplai bahan kimia terbesar kedua di Sikka setelah KUD ( koperasi unit desa ).

Tahun 1995 sampai tahun 2000 WTM melakukan penelitian bukan mendengar atau berdasarkan literatur dan ilmu yang didapat di bangku sekolah apakah organik lebih baik dari kimia. Di tahun itu WTM memfasilitasi petani melakukan penelitian, semua staff juga melakukan penelitian dan secara lembaga juga melakukan penelitian.Dari semua hasil penelitian itu, pertanian organik lebih baik daripada pertanian kimiawi.

“ Makanya setelah itu kami buang bahan kimia dan petani kita dorong bertani secara organik. Sehingga waktu itu di semua gudang – gudang gabungan kelompok tani binaan kami kosng dari bahan kimia.Ini yang membuat kami juga sering mengalami benturan dengan kawan - kawan PPL dari dinas yang mengatakan bahwa pertanian kimiawi lebih baik atau organik itu rumit. Sebenarnya pengembangan pertanian organik sangat sederhana sekali dan sangat menguntungkan “ tegasnya.

Pertanian Berkelanjutan

Konsep pertanian berkelanjutan dianut WTM karena kata Winfridus ada pertanian yang tidak berkelanjutan.Pertanian kimiawi bagi WTM bukan merupakan pertanian berkelanjutan karena hampir 90 persen bergantung kepada pihak luar. Winfridus mencontohkan misalnya pupuk, petani bergantung kepada pabrik pupuk,agen pupuk,kapal pupuk dan toko penjual pupuk.Jika salah satu mengalami kendala maka petani akan mengalami kesusahan. Tanaman pertanian tidak bisa dipupuk dan disemprot pestisida pembasmi hama.

Di Wahana Tani Mandiri ujar Winfridus, petani diajarkan bahwa semua sarana produksi harus berada di dalam kebun.Pupuk dan pestisida semuanya harus berada di dalam kebun.Ada tanaman untuk penyubur tanah, ada tanaman untuk pestisida, semuanya harus disiapkan di dalam kebun itu.Jadi dia tidak bergantung kepada pihak luar bahkan bergantung kepada kebun di sebelahnya.Yang jadi rumit sekarang ini, ketergantungan petani kepada pihak luar sangat tinggi sekali.


“ Jika tidak ada ketergantungan kepada pihak luar, usaha tani akan berkelanjutan. Kami memberi semangat kepada petani agar jangan bergantung kepada siapapun, baik itu kepada pemerintah, LSM atau siapapun.Petani harus belajar sampai mandiri. Kalau kemampuan teknis sudah bagus, semua sarana produksi susah tersedia, kemampuan berjaringan juga sudah ada petani tidak perlu lagi pusing dan bergantung pada pihak lain “ pungkas Winfridus. ( Ebed de Rosary )

Puluhan Hektar Areal Kacang Tanah di Magepanda Mengalami Gagal Panen

$
0
0


Kekeringan dan Gagal Panen di Sikka




 Kekeringan yang melanda areal persawahan di desa Kolisia dan desa Reroroja kecamatan Magepanda menjadikan puluhan hektar areal sawah tadah hujan yang dipergunakan petani untuk menanam kacang hijau dan kacang tanah mengalami gagal panen.
Disaksikan floresbangkit.com di areal persawahan Kolisia dan Reroroja, puluhan petak sawah yang ditanami kacang hijau, buah bulir kacang hijau yang sudah matang tampak kecil dan banyak yang tidak berisi. Selain itu batang tanaman kacang hijau juga terlihat layu dan daun – daunnya menguning serta kering.
Kesan yang sama juga terlihat pada petak tanaman kacang tanah. Daun kacang tanah terlihat mengering dan biji kacang tanah yang baru dipanen ukurannya lebih kecil bahkan ada yang tidak berisi.
Kondisi ini disampaikan Klotilde Kusna ( 62 tahun ) petani dusun Duli, desa Reroroja kecamatan Magepanda yang ditemui floresbangkit.com di areal sawah tadah hujan miliknya, Senin ( 15/09/2014 ).
Ketika disambangi FBC, Tilde sapaan akrab perempuan renta ini sedang sibuk memanen kacang tanah di empat petak lahan miliknya. Tilde menunjukan kacang tanah yang barusan dipanen dimana dalam satu satu pohon yang dipanen hampir setengah kacang tanah tersebut tidak berisi. Hanya beberapa butir kacang tanah saja yang berukuran besar dan layak dijual.
“ Tahun kemarin, dalam satu petak saya bisa dapat sepuluh karung ukuran 50 kilogram sekarang paling dapat setengahnya saja sudah bagus sekali.Tahun sekarang hasil berkurang jauh karena tidak ada air sehingga banyak yang rusak “ tuturnya.
Menurutnya, kondisi kekeringan tahun ini ( 2014 ) lebih parah dibandingkan tahun - tahun sebelumnya. Untuk sekedar balik modal saja dirinya sudah bersyukur.Dikatakan Tilde, jika dilihat banyak juga yang bijinya besar tapi isinya kecil dan bila dijemur kacang tanah tersebut akan mengkerut.
“ Kalau jadi begini saya tidak tahu lagi apakah saya bisa ada uang untuk tanam padi lagi kalau musim hujan nanti. Kalau tidak ada uang terpaksa pinjam ke tengkulak buat beli bibit dan pupuk. Kalau sudah panen baru hasilnya dibagi dua atau mereka beli dengan harga rendah “ sebutnya.
Gagal panen juga dialami adiknya yang juga menanam kacang tanah.Saat dihampiri FBC di areal persawahan, beberapa petani terlihat sedang mengumpulkan kacang tanah yang barusan dipanen untuk di bawa ke rumah dan dijemur.Hampir semua petani kacang tanah dan kacang hijau yang ditanya tentang hasil paneni oleh FBC tidak bersemangat menjawab dan nampak sedikit bersedih.
Para petani berharap pemeintah bisa membantu mereka bibit dan pupuk agar mereka bisa kembali menanam padi, jagung, kacang tanah dan kacang hijau lagi.
“ Pemerintah harus bantu kami.Kami mau minta bantuan kemana lagi. Kami ini petani miskin.Kalau di tengkulak kami rugi tapi kalau tidak dibantu pemerintah terpaksa kami harus cari modal buat tanam lagi “ pungkas wanita renta ini memelas.( Ebed de Rosary )

Debit Air di Bendungan Menurun Drastis, Puluhan Hektar Sawah di Reroroja Mengalami Gagal Panen

$
0
0





Kekeringan dan Gagal Panen di Sikka

Ratusan hektar sawah di desa Reroroja kecamatan Magepanda kabupaten Sikka mengalami kekeringan dan terancam gagal panen.Debit air di mata air menurun drastis sehingga air di bendungan Reroroja berkurang dan tidak bisa mengairi ratusan hektar sawah di desa Reroroja.
 
Hal ini disampaikan Yulius Sawa kepala seksi Kesejahteraan Sosial ( Kesos ) desa Reroroja yang menemani penulis melihat hamparan sawah yang mengalami kekeringan,Senin ( 15/09/2014 ).


Dikatakan Yulius, bukan padi saja yang mengalami gagal panen tapi jagung, kacang – kacangan dan juga sayuran.Dari lahan persawahan seluar 150 hektar yang ada di desa Reroroja, sembilan puluh persennya dipastikan mengalami gagal panen.Ini belum termasuk ratusan hektar sawah lainnya yang berada di desa tetangga yang masuk dalam kecamatan Magepanda.


“ Memang jika dilihat tahun ini  kami di kecamatan Magepanda yang merupakan salah satu daerah lumbung padi di kabupaten Sikka mengalami gagal panen. Selain padi, jagung, kacang – kacangan dan  sayuran juga kering semua. Kami akan sampaikan ini ke pemda Sikka untuk diambil langkah selanjutnya.Musim kemarau tahun ini lebih panjang dibanding tahun – tahun sebelumnya sehingga debit air di bendungan menurun drastis “ ujarnya.


Ditambahkan Yulius, pemerintah kabupaten Sikka diminta untuk memberikan bantuan bibit, pupuk, dan juga mesin pompa. Selain itu juga, pembangunan saluran irigasi juga perlu dilakukan di beberapa areal persawahan yang belum memiliki.


Dua Kali Gagal Panen


Martinus Mala petani dusun Duli desa Reroroja yang ditemui penulis di areal persawahan menyebutkan, dari 6 petak padi yang dipanen di bulan September,dirinya cuma mendapat hasil 4,5 karung ukuran 50 kilogram gabah kering. Hasil ini menurun drastis dibandingkan tahun sebelumnya dimana dirinya bisa memanen minimal 20 karung berukuran sama.


“ Saya rugi jutaan rupiah panen di bulan September.Saya harus keluar uang bayar orang untuk memindahkan bibit, tanam padi dan cuci rumput.Ini belum termasuk biaya makan minum mereka selama bekerja “ tuturnya.


Biaya satu orang untuk satu hari kerja tambah Yulius dirinya harus mengeluarkan uang 30 ribu rupiah. Pertama pindah bibit urai Yulius dirinya membayar 7 orang, saat tanam 7 orang dan untuk mencabut  rumput dirinya menyewa 5 orang selama 3 hari kerja. Biaya ini belum termasuk makan dua kali sehari dan minum kopi di soreh hari. Jika ditambah dengan beli pupuk dan obat – obatan dirinya mengalami kerugian minimal 2 juta rupiah. 


“ Sejak saya jadi petani di usia remaja hingga saat ini, baru dua kali saya mengalami gagal panen. Pertama di tahun 1992 karena gempa dan tsunami yang melanda kabupaten Sikka dan tahun ini “ beber ketua kelompok tani Wini Roja ini.


Hal senada disampaikan Julianus Julius petani asal kelompok tani Sinar Ilimedo,dusun Duli desa Reroroja. Tahun lalu dari 2 petak sawah kata Julius, dirinya bisa memanen minimal 8 karung gabah ukuran 50 kilogram. Tahun ini dirinya cuma dapat 5 karung gabah itupun belum digiling dan rata – rata bulir padi banyak yang tidak berisi.


“ Petugas penyuluh pertanian tidak mendatangi petani saat petani mengalami gagal panen.Mereka datang tapi kadang tiga bulan sekali. Kami juga kurang begitu kenal dengan petugas tersebut dan dia jarang membantu petani.Ini yang membuat kami membentuk kelompok tani biar bersama bisa mengatasi permasalahan yang dialami dan memudahkan untuk mendapat bantuan “ pungkasnya. ( Ebed de Rosary )


Pantai Pede dan Perjuangan Ruang Publik

$
0
0


Penulis saat berada dipantai Pede yang dipenuhi sampah plastik
Pantai  Pede, sebuah pantai berpasir putih seluas 4, 5 hektar dengan bentangan garis pantai sepanjang ± 1 kilometer semakin ramai diperbincangan dewasa ini. Selepas gelaran Sail Komodo yang berpuncak di pantai ini,kepemilikan pantai ini dipersoalkan.Sebagian besar masyarakat Manggarai Barat yang tergabung dalam berbagai ormas dan para tokoh adat berjuang agar pantai ini tetap menjadi ruang publik.

Penulis mencoba mampir ke pantai ini Rabu ( 19/11/14 ) untuk melihat dari dekat kondisi pantai ini.Pantai yang dipersoalkan ini tenyata hanya menyisakan sedikit saja luasnya. Sisi timur dan barat sudah berdiri hotel berbintang seperti Bintang Flores, La Prima dan hotel Jayakarta. Tak heran bila areal tersisa pantai Pede diincar untuk dibangun hotel berbintang dan sarana rekreasi lainnnya yang tentunya merampas hak masyarakat untuk bebas memanfaatkan ruang publik ini.

Aset Propinsi

Bicara pantai Pede tentunya berkaitan dengan Labuan Bajo sebagai sebuah kabupaten baru hasil pemekaran dari kabupaten Manggarai.Geliat pariwisatanya berlari kencang meninggalkan pembangunan sarana dan pra sarana lainnnya dikabupaten ini. Jalan raya yang menyandang status jalan propinsi maupun kabupaten masih jauh dari mumpuni. Selain sempit, jalan tersebut tidak dilengkapi trotoar dan saluran air di kedua sisinya yang menjadikan jalan bak kubangan saat musim hujan.Air tergenang di got dan sampah menumpuk jadi pemandangan biasa.

Pantai Pede pun terkena imbas dari geliat pariwisata ini. Pantai yang awalnya tidak dilirik dan terkesan jauh dari eksotik ini mulai dikapling pemodal.Orang kaya dari luar daerah mulai membangun hotel sepanjang alur pantai Pede dan menjadikan pantai ini sebagai area privasi. Akses masyarakat ke pantai Pede pun di tutup.

Persoalan memuncak saat perusahaan PT. Sarana Investama Manggabar menandatangani MOU bersama Pemprov NTT. Perusahaan bergerak cepat memagari areal pantai Pede karena mereka diberikan hak eksklusive mengelola pantai ini selama rentang waktu 25 tahun ke depan.

Pemprov NTT beralasan bahwa pemerintah ingin meningkatkan pendapatan asli daerah ( PAD ).Dengan memberikan hak pengelolaannya kepada investor pemerintah berkeyakinan pendapatan asli daerah akan meningkat.Pemerintah bahkan mengabaikan realitas selama ini dimana pantai Pede menjadi satu – satunya pantai yang bisa diakses publik secara gratis.

Selain itu, penguasaan pantai Pede oleh PT.SIM menuai kecaman sebab pemerintah propinsi terkesan melangkahi pemerintah kabupaten.Bukan itu saja, penandatanganan MOU pun tanpa diketahui DPRD NTT.Pemprov beralasan bahwa pantai Pede merupakan aset pemerintah provinsi dan belum diserahkan ke pemerintah kabupaten Manggarai Barat.


Minim Ruang Publik

Jika dikelompokan, terdapat tiga kelompok yang mempunyai kepentingan berbeda terkait pantai Pede. Kelompok pertama terdiri dari masyarakat lokal yang diwakili oleh tokoh adat, pemerhati budaya, LSM.Kedua, para investor dan ketiga adalah pemerintah, baik pemerintah Manggarai Barat maupun pemerintah propinsi NTT ( Isodorus Lilijawa, Sfil,MM, Pantai Pede, Riwayatmu Kini, Pos Kupang 20 November 2014 ).

Masyarakat dengan berbagai elemen yang ada terus berjuang melalui berbagai sarana agar secuil pantai yang tersisa terbebas dari cengkeraman pemodal.Suara ini tentu beralasan. Penulis yang berada seminggu di Labuan Bajo menyaksikan sangat terbatasnya areal pantai yang bisa dipakai sebagai ajang rekreasi masyarakat..Hampir semua garis pantai di sebelah timur maupun barat pelabuhan laut Labuan Bajo sudah dipenuhi sarana rekreasi baik hotel maupun restoran.Tentunya akses masyarakat ke pantai pun kian dipersulit.

Areal pantai sekitar pelabuhan laut tidak menyisahkan pasir. Tanggul dibangun sepanjang areal ini.Sisi timur dipenuhi warung – warung makan. Wisata kuliner Kampung Ujung kini jadi pesona di malam hari. Puluhan warung makan di areal tersebut dibanjiri pengunjung. Harga makanannya pun tidak bisa dikatakan murah dan terjangkau bagi warga lokal.Bisa dikatakan, area ini pun kini disesaki wisatawan.

Sebelah barat pelabuhan dijadikan taman dengan jalannya yang lapang.Soreh hari kita masih menjumpai areal ini disesaki masyarakat. Ada yang mengisi senja dengan bermain bola. Ada yang duduk di sepanjang tanggul sambil bercengkerama menikmati sunset. Saat malam hari, areal ini juga sering dimanfaatkan anak muda untuk nongkrong sambil bermain musik. Beberapa bangunan beratap seng dan ilalang kerap dijadikan tempat melepas lelah.

Bukit Cinta yang berada di sisi bandara Komodo pun kini tinggal kenangan. Saat menapaki lokasi ini, yang tersisa sekali lagi tumpukan sampah dan pecahan beling di sekitar jalan beraspal. Lokasi yang strategis dan memanjakan mata menatap gugusan pulau diperairan Labuan Bajo ini pun harus tergerus akibat peluasan bandara. Areal sekitarnya pun di beberapa  sisi bukit Cinta sudah dikapling dan jadi milik pemodal asing.

Ketiadaan ruang publik yang bisa dijadikan tempat berwisata bisa dipahami menjadi alasan kenapa areal pantai Pede yang tersisa coba dipertahankan agar tidak  dikuasai pemodal.Harus disadari juga, mahalnya biaya transportasi dan akses ke pulau Komodo dan pulau – pulau sekitarnya membuat wisatawan lokal Flores berkantong cekak tidak bisa menjangkaunya.Tentu pihan utama yakni menyaksikan geliat pariwisata Labuan Bajo sambil menikmati sedikit ruang wisata publik yang tersisa dan murah biaya.

Tidak Tertata

Nama besar pantai Pede dengan segudang hiruk pikuk permasalahan yang membelitnya membuat penasaran penulis untuk menyambanginya. Pagar seng menyambut pnulis saat memasuki arela pantai ini Rabu ( 19/11/14) pagi bersama teman wartawan FBC dari Ende. Hanya tampak beberapa warga lokal yang sedang beristirahat melepas penat di sisi barat. Terlihat seorang remaja sedang menata gawang yang kemungkinan akan dipergunakan bermain bola.

Bayangan akan keindahan pantai Pede pun sirna. Sampah plastik bekas air mineral bertebaran di sepanjang pesisir pantai.Tidak terlihat seorang wisatawan asing yang menikmati pasir putih pantai ini. Sejak gerbang masuk sampah plastik bersrakan dimana – mana dalam jumlah yang sudah dikategorikan membahayakan untuk sebuah pantai wisata.

Hal ini berbeda jauh dengan wilayah pantai Pede yang sudah masuk wilayah privat hotel berbintang di sebelah barat dan timur pantai Pede yang tersisa. Seorang wisatawan asal Australia yang ditanyai penulis soal pantai Pede hanya geleng kepala. Dirinya merasa tidak tertarik menikmati pantai ini. Sampah jadi alasan utama disamping tidak tertatanya pantai ini dan terkesan dibiarkan terlantar.

Berlarut – larutnya persoalan pantai Pede tentunya membuat pantai ini terkesan tidak menarik di mata wisatawan lokal apalagi wisatawan asing. Penulis bahkan kaget melihat kenyataan pantai ini. Bayangan akan keindahannya sirna oleh gunungan sampah.Pasir putihnya pun jika dilihat kebersihannya masih jauh dibandingkan pasir yang sama di areal pantai hotel Atlantis yang berada di sebelah baratnya.

Eksekusi harus segera dilakukan. Ada dua persoalan yang harus dijawab. Apakah tetap membiarkan pantai Pede menjadi ruang publik ataukah merelakan pantai Pede ke tangan investor yang sudah mengantongi izin. Jika pantai Pede menjadi ruang publik tentunya harus ada pengelola yang bisa menyulap pantai Pede menjadi indah dan terbebas dari sampah.

Penulis : Ebed de Rosary                          Email : ebed@floresbangkit.com

Pelecehan Seksual Terhadap 22 Sisiwi, Kepala Sekolah Dihukum 6 Tahun penjara

$
0
0

Kristoforus Mboko,Kepala Sekolah SMPN2 Nirangkliung, Nita yang melakukan pelecehan seksual terhadap 22 sisiwinya

Pengadilan Negeri Maumere, Senin (08/12/14) menjatuhkan putusan 6 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan kepada Kristoforus Mboko ( 50 tahun ), kepala sekolah SMPN 2 Nirangkliung kecamatan Nita kabupaten Sikka.Selain itu, Mboko juga diharuskan membayar biaya perkara sebesar 2 ribu rupiah. Mboko dihukum karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pelecehan seksual terhadap 22 orang siswinya.
Sidang dipimpin hakim ketua Budi Aryono,SH didampingi hakim anggota Sony Eko Adrianto,SH dan Aldo Adrian Hutapea,SH,MH dengan panitera Lukas Katan leton,SH dan jaksa penuntut umum Kuo Bratakusuma,SH.Sementara itu terdakwa didampingi Marianus Laka,SH selaku penasehat hukum.
Dalam pembacaan putusannya, hakim menyebutkan, terdakwa memanggil satu per satu sisiwinya ke rumah dinas kepala sekolah dan menyuruh korban bugil.Pelaku kemudian memasukan jari kedalam kemaluan korban dengan dalih memeriksa korban apakah masih perawan atau tidak.Perbuatan ini juga terdakwa lakukan untuk membuktikan apakah para korban pernah melakukan hubungan badan dengan Laurensius Lalong oknum guru di sekolah tersebut.

Orang tua dan keluarga 22 siswi korban pelecehan seksual kepala sekolah SMPN 2 Nirangkliung,sedang bersiap  memashuki gedung Pengadilan Negeri Maumere
 Perbuatan Mboko beber majelis hakim dilakukan secara beruntun semenjak Selasa (17/05/14) terhadap 5 orang siswinya dan Selasa (24/06/14) kejadian serupa dilakukan terhadap 11 orang siswinya. Terdakwa juga mengulangi perbuatannya Jumat (20/06/14 ) terhadap 1 orang siswinya dan terakhir Rabu ( 25/06/14 ) perbuatan yang sama dilakukan kepada 5 orang siswinya.
Terdakwa didakwa melanggar pasal 82 Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.Dalam putusannya hakim mengatakan pertimbangan yang memberatkan karena terdakwa merupakan seorang kepala sekolah dan pendidik yang seharusnya menjadi teladan dan korban adalah sisiwinya yang seharusnya dilindungi.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya,bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.Terdakwa juga tambah majelis hakim sudah meminta maaf kepada korban dan keluarganya dan merupakan tulang punggung keluarga.Terdakwa menerima putusan hakim sementara jaksa menyatakan pikir – pikir.
“ Saya menerima putusan yang diberikan.Saya sudah bersalah dan bersedia menerima hukuman ini “ sebut Mboko.

Orang Tua Siswi Korban Pencabulan Dua Oknum Guru,Sesalkan Tuntutan Jaksa dan Vonis Hakim

$
0
0



Orang tua korban pelecehan seksual dua oknum guru SMPN2 Nirangkliung, Nita saat berada di Pengadilan Negeri Maumere

Orang tua korban pelecehan oknum guru dan kepala sekolah SMPN2 Nirangkliung kecamatan Nita kabupaten Sikka keberatan terhadap tuntutan jaksa penuntut  umum kejaksaan Negeri Maumere dan putusan majelis hakim pengadilan negeri Maumere.Kopian surat yang dibagikan kepada Ombudsman Indonesia di lokasi kantor pengadilan tersebut ditandatangani 29 keluarga dan orang tua para siswi.
Dalam surat pernyataan yang ditujukan kepada Pengadilan Negeri Maumere dengan tembusan Bupati Sikka, Kejaksaan Negeri Maumere, Bupati Sikka, Kapolres Sikka,Kadis Pendidikan,Pemuda dan Olahraga Sikka,  Camat Nita, Polsek Nita, Pastor paroki Tilang, Nita warga Desa Nirangkliung,para orang tua menyesalkan tuntutan dan putusan yang dijatuhkan kepada kedua oknum guru tersebut.
Menurut keluarga korban, Laurensius Lalong, oknum guru Cuma dituntut dengan hukuman 4 tahun penjara sementara vonisnya hanya 3 tahun 4 bulan penjara. Laurensius didakwa melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap 2 siswinya.
Sementara itu, Kristoforus Mboko, sang kepala sekolah yang melakukan pelecehan seksual terhadap 22 siswinya hanya dituntut 7 tahun penjara dan denda 100 juta oleh jaksa penuntut umum dan dihukum 6 tahun dengan denda 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam pernyataan sikap yang juga ditandatangani oleh tokoh masyarakat Nirangkliung ini, keluarga korban menyebutkan, perbutan kedua oknum guru tersebut telah melukai dan menodai dunia pendidikan di kabupaten Sikka.
Perilaku terdakwa juga telah menodai masa tumbuh kembang anak mereka dan merendahlan harkat dan martabat anak mereka.Perlakuan terssbut juga merusak mental dan menjadikan trauma berkepanjangan pada anak mereka.
Selain itu sebut orang tua korban, perilaku bejat tersebut telah merusak tatanan pergaulan sosial budaya dala kehidupan masyarakat setempat dan mencoreng harga diri kaum perempuan Sikka terutama generasi muda.
Karena itu, para orang tua, keluarga dan tokoh masyarakat Nirangkliung meminta kepada bupati Sikka agar memecat kedua oknum guru bejat tersebut dari PNS dan mendukung gagasan hukum untuk menghukum pelaku kejahatan seksual khususnya terhadap anak – anak dengan pengebirian untuk memberikan efek jera.
Untuk diketahui, para orang tua dan keluarga siswi SMPN2 Nirangkliung kecamatan Nita kabupaten Sikka mengamuk dan menumpahkan kekesalannya di pengadilan negeri Maumere akibat putusan yang dijatuhkan terhadap kedua oknum guru tersebut sangat ringan.
Diberitakan sebelumnya, oknum kepala sekolah bernama Kristoforus Mboko dilaporkan puluhan siswinya ke Polres Sikka karena melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap para muridnya. Tindakan tersebut dilakukan “ pahlawan tanpa tanda jasa “ ini di rumah dinas kepala sekolah.
Perbuatan tersebut dilakukan Mboko dengan memanggil satu per satu sisiwinya ke rumah dinas kepala sekolah dan menyuruh korban bugil.Pelaku kemudian memasukan jari ke dalam kemaluan korban dengan dalih memeriksa korban apakah masih perawan atau tidak.Perbuatan ini juga terdakwa lakukan untuk membuktikan apakah para korban pernah melakukan hubungan badan dengan Laurensius Lalong oknum guru di sekolah tersebut. ( ebd )

Kambing Memenuhi Pasar Inpres dan Jalanan Kota Larantuka

$
0
0

Ratusan ekor kambing memenuhi pasar Inpres Larantuka di kelurahan Eka Sapta kota Larantuka bahkan berkeliaran bebas di jalanan umum di keluarahan yang biasa disebut Kampung Baru ini.Pemandangan ini bisa ditemui saat pagi hari dan sore hari dimana ratusan ekor kambing mengerubuti tempat sampah yang terletak di dalam areal pasar Inpres bahkan di dua buah tempat sampah yang ada di samping badan jalan depan pasar tersebut.
Kambing pun bahkan berkeliaran bebas di jalan negara dan menganggu pengendara yang melintas. Keadaan ini sebut beberapa warga kota Larantuka sudah dianggap sesuatu yang lumrah dan pemerintah daerah Flores Timur terkesan membiarkan saja. Beberapa warga kota Larantuka yang ditemui penulis, Jumad ( 17/07/15 ) mengeluhkan keadaan ini.
Anton Diaz ( 47 ) salah seorang pengendara yang ditemui penulis di lokasi pasar membenarkan hal ini. Menurut Anton ratusan ekor kambing ini sejak sepuluh tahun lalu sudah berkeliaran bebas di pasar Inpres bahkan di kelurahan Eka Sapta. Kambing – kambing ini sebut Anton dimiliki warga Eka Sapta yang bermukim di sekitar pasar. Kambing ini pun sering melintas dan menganggu pengendara dan tidak ada penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP maupun dinas Perindag kabupaten Flores Timur.
“ Kami sudah terbiasa dengan keadaan ini. Mungkin sudah berlangsung lama jadi hal ini dianggap sesuatu yang lumrah “ sebutnya.
Hal senada juga dikeluhakan mama Fransiska Libu ( 62 ). Saat ditanyai penulis mama Ika sapaannya hanya tertawa saja. Menurut mama Ika, dirinya sudah terbiasa dengan kondisi ini bahkan para pedagang yang berjualan di pasar Inpres pun berpendapat sama dengannya.sebagai rakyat kecil dirinya pun tak bisa berkomentar banyak sebab menurutnya tidak mungkin para pejabat tidak mengetahuinya karena tempat ini selalu dilewati para pejabat setiap hari menuju ke kantor pemerintahan di Lebao.Bahkan tuturnya, isteri pejabat pun hampir setiap hari berbelanja di pasar ini.
“ kami mau omong juga salah, tidak mungkin mereka para pejabat tidak tahu dan melihatnya “ ujarnya setengah tertawa.

Disaksikan penulis, saat pagi dan sore hari, Sabtu ( 18/07/15 ) saat menyambangi pasar ini sekitar 8 ekor kambing mengerubuti tempat sampah di samping jalan depan pasar. Empat ekor kambing terlihat mengais sampah di tumpukan sampah di sebelah barat pasar samping jalan masuk, sementara dua lainnya asyik memakan sisa – sisa makanan di sisi timur jalan keluar pasar dekat pertigaan dan los kios.
Saat memasuki areal pasar, penulis menemukan puluhan ekor kambing lainnya berkeliaran di dalam pasar sore itu memakan sisa – sisa sayuran yang jatuh di lantai. Beberapa kambing asyik memakan rumput dan berkeliaran di sebelah barat areal pasar. Jika tidak ditertibkan tentunya keadaan ini sangat mengganggu dan memberikan kesan yang tidak bagus bagi para pendatang atau warga luar daerah yang berbelanja di pasar ini. ( ebd )


Pemandangan Flores Timur ( I )

$
0
0

Pagi di Pelabuhan Laut Larantuka

Pelabuhan Laut Wure - Adonara Barat

Hotel Terapung - Hotel Asa - Larantuka

Senja di DermagaWaidoko -Konga

Pemandangan Flores Timur ( II )

$
0
0
Istana Raja Larantuka

Batu Karang di Pulau Solor


Menanti Sunrise dari  Pantai Ritaebang - Solor Barat


Pemandangan Flores Timur ( III )

$
0
0
Dermaga Larantuka


Pagi di Kaki Gunung Ile Mandiri

Menanti Sunrise di pantai Ritaebang - Solor Barat


Pemandangan Flores Timur ( IV )

$
0
0
Pelabuhan Laut Tobilota- Adonara

Pohon Reo yang sudah berumur puluhan tahun di Ritaebang - Solor Barat

Pantai pasir putih Ritaebang - Solor Barat

Pulau Waibalun

Pantai Ritaebang- Solor Barat


Pemandangan Flores Timur ( V )

$
0
0
Pemandangan di Pantai Ritaebang - Solor Barat





Pemandangan Flores Timur ( VI )

$
0
0
Pemandangan di pantai Ritaebang- Solor Barat





Pemandangan Flores Timur ( VII )

$
0
0
Menanti sunrise dari pantai Ritaebang - Solor Barat

Mmenambil air di sumur air asin di desa Balawelin - Solor Barat




Pagi di pantai Ula Kepala Tujuh - Oka - Larantuka


Pemandangan Flores Timur ( VIII )

$
0
0
Antri Mengambil Air dari Sumur Air Asin di pinggir pantai desa Balawelin - Solor Barat





Sunrise di ujung timur pulau Flores

Proyek Gagal, Warga Koro Konsumsi Air Dari Lubang Penampung di Pinggir Kali

$
0
0

Ratusan kepala keluarga warga dusun Koro desa Reroroja kecamatan Magepanda kabupaten Sikka masih mengandalkan air dari lubang – lubang yang digali di tanah pinggir kali kecil di dusunnya untuk minum. Selain itu air dari lubang tersebut pun dipakai untuk mencuci perabotan makan minum serta perlengkapan memasak. Untu mandi dan mencuci pakaian, warga melakukannya di kali tersebut.Kali selebar ± 3 meter tersebut saban pagi dan sore hari selalu dipenuhi warga untuk mengambil air minum, mencuci pakaian hingga mandi.

Selain itu, kali ini pun dipergunakan juga untuk mandi sapi dan kerbau. Sejak belasan tahun lalu tercatat 5 proyek pembangunan jaringan air bersih yakni Coremap, PPIP, Pansimas,PNPM dikerjakan di dusun mereka namun semuanya tidak berhasil membuat masyarakat dusun Koro menikmati air bersih.Dana ratusan juta rupiah yang dianggarkan keuntungannya hanya dikecapi kontraktor dan para pekerja saja serta beberapa aparat yang terlibat dan masyarakat kembali mengandalkan air sumur dan air dari lubang yang dibuat di pinggir kali untuk diminum.

Hal ini disampaikan Emanuel Digu ( 33 ), Marsiani ( 30 ) dan Yustina Nona Sumiati ( 32 ) dan belasan warga dusun Koro yang ditemui penulis, Rabu ( 29/07/15 ). Dikatakan Emanuel, seharusnya pihak desa dan pemerintah menunjukan kepada pihak kontraktor dan pekerja lokasi pengambilan air di mata air dan pemasangan jaringan pipa menuju bak – bak penampung dengan benar sehingga air bisa mengalir. Hampir di setiap proyek, sebutnya, pemerintah hanya membiarkan para pekerja mengerjakannya  sendiri sehingga selesai dibangun beberapa bulan kemudian air tidak mengalir.

“ Pemerintah desa dan dinas yang lebih tahu medan dan wilayah harusnya memberitahukan kepada kontraktor bukan membiarkan mereka kerja sendiri dan tanpa dipantau dan didampingi. Pantas saja semua proyek hanya kejar anggaran dan hasilnya tidak ada “ ujarnya.

Gali Lubang

Yustina yang ditemui penulis sendirian mondar – mandir menggankut air menggunakan ember plastik dari pinggir kali menuju rumahnya yang berjarak sekitar 300 meter dari kali menyebutkan, dirinya sejak kecil selalu ke pinggir kali tersebut bersama orang tua mengambil air untuk minum karena tidak mempunyai sumur di rumahnya. Lima tahun merantau ke Kalimantan dan saat kembali lagi tahun 2014 Yustina masih mengalami hal ini. Dirinya bingung kenapa daerahnya belum maju dan kesulitan air padahal sering ada proyek pembangunan jaringan air bersih.

Dijelaskan Yustina, untuk mendapatkan air minum, mereka menggunakan tangan atau kayu mengggali lubang dengan diameter ±40 sentimeter dengan kedalaman ± 30 sentimeter persis beberapa meter dari pinggir kali.Bagian pinggir lingkaran lubang  tersebut diletakan batu – batu untuk menahan pasir dan batu lainnya masuk ke dalam lubang tersebut.Sesudah digali dan mendapat air, Yustina harus menunggu sekitar 30 menit agar air di dalam lubang bersih dahulu baru diambil menggunakan gayung yang dibawanya.

“ Hari ini hanya beberapa orang saja yang ambil air karena kemarin banyak yang mabil memakai gerobak.Biasanya mereka ambil untuk persediaan beberapa hari sehingga tidak setiap hari datang ambil karena rumah mereka jauh “ tutur Yustina.

Beberapa anak remaja yang datang membawa gerobak berisi belasan jeriken ukuran 5 liter saat ditanyai mengatakan bahwa ada pesta nikah tetangga mereka sehingga mereka bergerombol datang mengambil air. Jaraka dari kali ke rumah mereka sekitar 500 meter sehingga mereka harus membawa gerobak dengan daya tampung banyak sekali angkut.

Dilarang Konsumsi

Marsiani warga lainnya bersama suami dan anak terlihat mencuci pakaian di kali. Usai mencuci pakaian mereka pun mendatangi lubang – lubang yang dibuatnya untuk menggayung air dan dimasukan ke dalam jeriken ukuran 5 liter yang dibawanya.Kalau memiliki uang Marsiani lebih memilih membeli air yang dijual pedagang menggunakan mobil yang masuk keluar dusun mereka. Tiga jeriken air ukuran 20 liter sebut Marsiani dihargai 20 ribu rupiah.

“ Kalau ada uang kami beli kalau tidak ada uang kami ambil disini saja buat dimasak dan diminum ” tuturnya.

Marsiani mengatakan tenaga kesehatan dari Puskesmas di kecamatan Magepanda sudah melarang masyarakat konsumsi air dari lubang – lubang di pinggir kali tersebut karena kotor dan bisa menyebabkan penyakit namun masyarakat tetap tidak memperdulikannya. Jika musim kemarau terangnya air di lubang – lubang yang mereka gali mengering dan butuh waktu lama menunggu air penuh baru diambil. Semenatara bila musim hujan sambung Marsiani mereka konsumsi air hujan atau membuat lubang tetapi jaraknya lebih jauh dari pinggir kali.

“ Kalau musim hujan biasanya airnya lebih kotor, tidak terlalu jernih apalagi kalau terjadi banjir “ terangnya.

Disaksikan penulis di lokasi kali, debit air kali yang mengalir melwati jembatan di pinggir jalan propinsi tersebut menurun drastis. Di sepanjang pinggir kali sebelah barat terdapat puluhan lubang bekas digali. Ada yang masih berfungsi dan terdapat air dan ada yang sudah tertutup tanah dan bebatuan kali. Masyarakat mengambil air menggunakan gayung dan menuangkannya ke dalam jeriken atau ember tanpa disaring terlebih dahulu.

Beberapa orang dewasa dan anak – anak terlihat mandi di kali serta beberapa ibu rumah tangga dan anak perempuan mencuci pakaian di pinggir kali. Terlihat 6 ekor kerbau juga ikut mandi di kali tersebut dan menikmati kubangan lumpur yang mengendap di dasar kali.Selain itu beberapa lelaki mengambil air menggunakan ember untuk menyiram tanaman sayuran di kebun yang berada di sebelah barat kali.


 Penulis : Ebed de Rosary    Email : Ebedallan@gmail.com
Viewing all 339 articles
Browse latest View live