![]() |
SMA Demon Pagong yang belum dibangun secara swadaya oleh masyarakat dan direncanakan akan ditempati tahun ajaran baru 2015. ( Foto : Ebed de Rosary ) |
Masyarakat kecamatan Demon Pagong kabupaten Flores Timur berswadaya membangun sekolah manengah atas ( SMA ) Demon Pagong secara sederhana. Bangunan sekolah yang berada di desa Lewokluok tepatnya sekitar 500 meter arah utara jalan negara trans Flores ini merupakan bangunan sederhana berlantai tanah, berdinding Keneka ( bambu belah ) dan beratapkan seng bekas.
Pembangunan gedung sekolah ini dilakukan oleh masyarakat 7 desa yang tergabung di kecamatan Demon Pagong sejak awal Januari 2015 karena masyarakat menyadari bahwa banyak siswa lulusan sekolah manengah pertama ( SMP ) Pati Beda di Lewokluok yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan orang tua agar anaknya bisa melanjutkan pendidikan di kota Larantuka dan jaraknya yang jauh dari wilayah kecamatan Demon Pagong, jadi alasan para orang tua dan siswa tidak mau melanjutkan pendidikan.
Hal ini disampaikan kepala sekolah SMA Demon Pagong, Valentinus Malik Lein,Spd kepada wartawan yang menemuinya, Kamis ( 18/06/2015 n) di Lewokluok. Dikatakan Valens, dengan adanya pembangunan gedung sekolah sendiri diharapkan status sekolah yang sudah berjalan 2 tahun ini bisa diakui pemerintah. Selama 2 tahun beroperasi, kegiatan belajar mengajar ( KBM ) menumpang di SMP Pati Beda di Lewokluok dan dilaksanakan jam 13.00 wita hingga 18.00 wita.Valens meminta para guru asli Demon Pagong dan guru di SMK Frateran Podor Larantuka untuk meluangkan waktu mengajar di sekolah ini.Saat ini jumlah murid kelas dua 25 orang sementara kelas tiga sebanyak 19 orang.
“Jika sudah ada ijinnya kami bisa melaksanakan ujian sendiri di sekolah. Sasaran kita agar sekolah ini bisa dibiayai pemerintah sebab kami masyarakat Demon Pagong juga merupakan anak bangsa. “ ujarnya.
![]() |
Kepala sekolah SMA Demon Pagong, Valentinus Malik Lein,Spd. ( Foto : Ebed de Rosary ) |
Bisa Diakui
Harapan senada disampaikan Siprianus Dadu Lein kepala desa Lwokluok dan Dince Beribe, sisiwi SMA Demon Pagong yang ditemui di hari yang sama saat pagelaran ritual adat. Dipaparkan Siprianus, tanah untuk lokasi sekolah merupakan tanah hibah dari masyarakat Demon Pagong. Pengerjaan pembangunannya pun tambah Siprianus dilakukan masyarak secara bergotong royong.Dirinya berharap agar pemerintah bisa mengakui sekolah ini sehingga anak – anak asal Demon Pagong bisa melanjutkan pendidikan di wilayah mereka dan tidak harus menetap di ibukota kabupaten maupun bersekolah di sekolah lainnya di Maumere, kabupaten Sikka.
Menurut Dince, dengan bersekolah di SMA Demon Pagong dirinya bisa membantu meringankan biaya orang tua sebab sekolahnya dekat dengan desa Lewokluok.Orang tua ujar Dince bisa menabung agar nanti saat kuliah di luar daerah oranf tuanya sudah memiliki cukup biaya.Dirinya berharap agar pemerintah segera memberikan ijin operasionalnya sehingga dirinya yang sekarang duduk di kelas 3 bisa melaksanakan ujian di sekolah mereka sendiri.
“ Pemerintah juga harus menempatkan guru pegawai negeri di sekolah swasta di desa juga jangan cuma di kota saja karena sekolah swasta juga mencerdaskan anak bangsa “ ungkap Dince.
Disaksikan penulis di lokasi sekolah, bangunan yang berdiri di atas tanah sepanjang ± 50 meter dan lebar ± 10 meter ini memiliki panjang ± 12 meter dan lebar ± 8 meter dimana semua tiangnya mengunakan bambu bulat. Dinding bangunan menggunakan Keneka ( bambu belah ) dan lantainya masih berupa tanah.Hanya ada 2 ruang kelas dengan panjang ± 6 dan lebar ± 5 meter. Pintu ruangan masih belum terpasang. Tanah sekitar bangunan sekolah masih berupa tanah dengan batu – batu besar yang masih tertanam di dalam tanah meski arealnya sudah dibersihkan.Areal sekelilingnya pun masih berupa kebun.
Papan nama sekolah juga belum terpasang. Terlihat sebuah pipa air berada di samping barat gedung sekolah dengan selang air panjang terpasang disana.Pondasi bangunan dibuat setinggi ± 50 sentimeter dengan campuran semen seadanya. Atap pun memakai seng bekas dimana terlihat dari warnanya yang kemerahan akibat berkarat.Tak ada daun jendela sehingga jendela hanya ditutup menggunakan potongan bambu selebar ± 3 sentimeter yang dipaku memanjang. ( ebd )
Penulis : Ebed de Rosary, wartawan FBC - www.floresbangkit.com