Quantcast
Channel: EBED DE ROSARY
Viewing all articles
Browse latest Browse all 339

Naik Turun Bukit Memanggul Hasil Kebun

$
0
0

Menelisik Kehidupan Masyarakat Desa Gera

Bagian Kedua dari Tiga Tulisan

Rumah penduduk di desa Gera dibangun terpisah dan berpencar. Pembangunan rumah biasanya disesuaikan dengan kondisi tanah. Bila terdapat tanah rata dan lapang maka di areal tersebut berdiri puluhan rumah.Kontur tanah di desa ini yang berbukit membuat kebanyakan rumah penduduknya dibangun di dataran lembah.Selain itu, ada rumah yang dibangun di lereng bukit sehingga bagian belakang rumah langsung bersentuhan dengan tebing terjal.

Areal ladang dan perkebunan pun berada di lereng bukit dan hanya sedikit yang terletak di tanah rata.Sebagian besar kebun berada jauh dari perkampungan. Ada yang bisa mencapai jarak satu kilometer.Jauhnya jarak antara kebun dan rumah penduduk membuat komoditi perkebunan harus dipanggul sampai ke rumah.

Harga Jual Bervariasi

Kepada FBC yang menyambangi desa Gera, Minggu ( 30/11/14 ) Bernadus Paro ( 62 ) warga kampung Wolokepo dusun Gera I menceritakan suka dukanya sebagai petani.Dikatakan Bernadus, hampir tiga hektar kebun kemiri dan kakao miliknya terletak di sisi barat tempat tinggalnya. Untuk mencapai kebun tersebut, dirinya harus naik turun bukit sejauh ± 500 meter. Rata – rata pohon kemiri miliknya berumur sekitar 20 tahun.

“ Kami sudah terbiasa jalan jauh ke kebun. Paling susah kalau panen kemiri. Kami harus masukan kemiri ke dalam karung plastik dan panggul sampai di rumah. Paling kuat sekali bawa bisa sampai lima puluh kilogram.Setelah di jemur selama dua atau tiga hari kemiri tersebut baru bisa dikupas kulitnya “ ujarnya.

Harga jual kemiripun sebut Bernadus tergantung hasil pemisahan isinya dari kulit. Jika hasilnya bulat maka harganya bisa mencapai 22 ribu sekilo dan bila pecah bisa 17 ribu rupiah. Kalau dicampur harganya berkisar antara 18 hingga 20 ribu rupiah untuk satu kilogramnya.

Hal senada juga disampaikan Raymundus Beke ( 54 ) warga kampung Mokekapa yang ditemui di saat bersamaan. Disebutkan Raymundus, hampir semua masyarakat desa Gera menggantungkan hidupnya dari hasil kemiri. Rata – rata setiap keluarga memiliki ratusan pohon kemiri dengan luas lahan minimal satu hektar.

“ Hampir semua warga punya kebun kemiri dan biasanya umurnya sudah puluhan tahun. Ada juga kebun kakao tapi itu juga jumlah pohonnya tidak seberapa.Biasanya mereka tanam kakao dalam kebun kemiri. Ada yang punya tanaman cengkeh juga.Kalau kakao tidak susah karena kami langsung kupas di kebun dan hanya bawa bijinya ke rumah untuk dijemur “ sebutnya.

Harga jual kakao pun urai Raymundus bervariasi. Kadang satu kilo kakao kering bisa dihargai 25 ribu rupiah.Tapi jika harga sedang turun, kakao bisa dihargai sebesar 20 ribu rupiah. Para petani terpaksa menjualnya karena kakao tidak bisa disimpan lama. Kalau kemiri tambah Raymundus, bila petani sudah mempunyai cukup uang, kemiri yang tersisa bisa disimpan.

Kemiri tersebut sebut Raymundus akan dilepas ke pasaran bila harga jual sedang tinggi. Biasanya jika stok kemiri di pasaran berkurang maka harga jual kemiri akan meningkat lagi.Hujan yang turun terus menerus juga membuat petani mengalami kendala menjemur kemiri dan juga kakao. Untuk mengakalinya, dibuatkan bale – bale di atas tungku api untuk meletakan kemiri. Panas dari api dan asap membuat biji kemiri menjadi kering dan siap dikupas.

Banyak Kebun Digadai

Saat senja FBC diajak Bernadus melihat kebun kemirinya.Jarak yang jauh dan mendaki membuat FBC harus sering berhenti dan beristirahat mengatur nafas yang tidak beraturan.Keringat mulai bercucuran membasahi sekujur tubuh. Terlihat sebagian besar pohon kemiri di kebun miliknya sudah berumur puluhan tahun yang ditandai dengan besarnya batang pohon tersebut.Selain itu rata – rata pohon kemiri tingginya minimal 20 meter.

Dikisahkan Bernadus, saat ini banyak kebun milik petani yang digadaikan kepada warga desa yang mempunyai uang.Dirinya pun memiliki tiga petak kebun yang digadaikan kepadanya. Lahan kebun yang digadai dipenuhi pohon kemiri dan kakao yang sudah berbuah.

“ Biasanya warga menggadaikan kebun untuk bayar biaya kuliah anak atau buat biaya pergi merantau ke Kalimantan atau Malaysia.Kalau mereka sudah ada uang mereka akan menebusnya kembali. Jadi selama mereka belum ada uang, orang yang menerima gadai berhak mengolah dan menikmati hasil kebun “ beber Bernadus.

Kebun yang digadai juga sering tidak dikelola bahkan hasil kebunnya tidak dipanen. Bernadus kewalahan karena dirinya hanya berdua bersama isteri saja di rumah sementara dua anak remajanya bersekolah di Maumere. Kalau ada waktu lebih baru Bernadus memanen kemiri atau kakao di kebun yang digadaikan kepadanya. Seringkali dirinya membayar tenaga kerja saat panen kemiri.

Buat Biaya Sekolah

Disaksikan FBC, akibat musim kemarau tahun 2014 yang berkepenjangan membuat buah kemiri tidak sebanyak tahun – tahun sebelumnya. Selain itu, banyak juga buah kemiri yang berguguran akibat panas yang berlebihan. Untuk kemiri, bisanya penen dilakukan dari bulan Januari hingga bulan Juni.

Bila sedang musim panen kemiri, kata Bernadus, setiap petani bisa panen hingga puluhan ton.Hasil panen urainya tergantung kemauan petani karena untuk kemiri petani hanya mengumpulkan buah yang jatuh saja dan mengupasnya.Biji – biji kemiri yang dikupas tersebut selanjutnya dibawa ke rumah.

Jika dilihat, mayoritas petani di desa Gera berumur di atas 40 tahun. Banyak juga yang berumur 60 – an tahun namun mereka terlihat masih kuat memanggul puluhan kilo kemiri berjalan naik turun lembah hingga tiba di rumah.

“ Kalau rajin kami dapat banyak uang. Kalau bwa kemiri lebih berata, apalagi yang baru jatuh dari pohon.Biar sudah tua kami terpaksa melakoni pekerjaan ini karena ini satu – satunya sandaran hidup kami. Biar kami susah yang penting anak – anak kami bisa sekolah dan sukses.Kami harus rajin kalau ingin berhasil.Kalau mau bangun rumah bagus kami mampu tapi kalau anak – anak kami tidak bersekolah untuk apa. Kami ini kerja keras supaya anak – anak kami bisa sekolah dan berhasil “ tuturnya.

 Berdasarkan data yang didapat FBC dari aparat desa gera, hampir semua keluarga di desa Gera mempunyai anak yang melanjutkan kuliah. Ada yang menyekolahkan anak mereka di Kupang, Ende, Makasar bahkan ke pulau Jawa. Ada juga yang membiarkan anaknya melanjutkan SMA dikota Maumere meski di kecamatan Mego sudah ada SMA Negerri.

Sebagian penduduknya mengadu nasib ke Kalimantan dan Malaysia dengan bekerja di perkebunan kelapa sawit.Rata –rata penduduk desa Gera sudah pernah makan asam garam di tanah rantau dan kembali menetap di kampung mereka melanjutkan hidup sebagai petani.

Lahan yang subur dan berada di ketinggian membuat wilayah desa Gera subur dan cocok untuk ditanami kemiri, kakao, cengkeh dan tanaman produktif lainnya yang bernilai ekonomi tinggi. Jauhnya jarak antara rumah dan kebun serta mahalnya biaya transportasi membuat petani di desa Gera sering malas membawa hasil kebunnya untuk dijual di pasar Lekebai. Banyak kemiri yang dibirakan tergeletak di kebun dan dipilih untuk dijual bila petani membutuhkan banyak biaya seperti mengadakan pesta atau bayar kuliah anak. ( Bersambung )


Penulis : Ebed de Rosary                       Email : ebedallan@gmail.com

Viewing all articles
Browse latest Browse all 339

Trending Articles