Quantcast
Channel: EBED DE ROSARY
Viewing all articles
Browse latest Browse all 339

Mata Air Tersedia, Warga Masih Krisis Air Bersih

$
0
0
Air dari lubang batu yang dikonsumsi warga Gera
Menelisik Kehidupan Masyarakat Desa Gera

Bagian Terakhir dari Tiga Tulisan

Air bagi masyarakat desa Gera seharusnya bukan menjadi kendala. Mata air Udufunga dan yang berada di dusun Woloone mampu untuk mensuply kebutuhan air bersih warganya. Sebuah lembaga swadaya masyarakat di tahun 2010 pernah memasang jaringan pipa air. Bak – bak penampung berukuran besar dibangun di setiap dusun untuk menyalurkan air ke masyarakat.Warga pun sempat menikmati ketersedian air bersih yang cukup.

Masa keemasan hanya bertahan sebentar saja.Masuknya proyek jaringan pipa air milik pemerintah yang dikerjakan dina pekerjaan Umum kabupaten Sikka di tahun 2011 memupuskan harapan sebagian warga Gera untuk terbebas dari krisis air bersih.

Keluhan ini disampaikan kepala desa Gera,Vinsensius Osias Saka kepada FBC yang menyambangi desa Gera,Kamis ( 23/10/14) silam. Dikatakan Osias, Saat dikerjakan oleh LSM Plan, air masih bisa dinikmati oleh warga desa tapi setelah jaringan pipa milik Plan diganti saat ada proyek tersebut air berhenti mengalir.

Ulah Warga Sendiri

Kesulitan air bersih ini sebenarnya bisa diatasi jika warga bisa bersikap adil dan mengedepankan kepentingan umum.Pasalnya, beberapa warga yang berada di dusun II dan dusun III membuka sambungan di pipa air dan mengalirkan air ke dusun mereka.
Dibukanya sambungan pipa air menjadikan sebagian warga dusun II dan warga dusun I yang mendiami wilayah di bagian bawah dusun mereka tidak mendapatkan air. Menurut Bernadus Paro ( 62 ) warga dusun I  kampung Wolokepo yang ditemui FBC, Minggu ( 30/11/2014 ), jika semua warga taat  dan tidak merusaki pipa air, tentunya Gera tidak kesulitan air bersih.

“ Saat selesai dibangun Plan kami tidak kesulitan air. Bak penampung berukuran besar yang dibangun di setiap dusun penuh air bahkan meluap.Adanya proyek pemerintah membuat kami susah air. Pipa air, mereka ganti dengan ukuran yang lebih kecil. Bahkan mereka tidak membangun jaringan baru tapi memakai jaringan yang sudah ada milik Plan “ sebutnya.

Semenjak itu, air yang mengalir melalui jaringan pipa mulai berkurang. Warga yang berada di wilayah yang lebih tinggi di dusun II dan dusun III kata Bernadus mulai merusak pipa air. Jika sambungan pipa air di cor memakai semen dan ditanam di dalam tanah, ujarnya, tentu masyarakat tidak berani merusaknya.Ketidaktegasan dari aparat desa juga turut melanggengkan tindakan ini.

Saat menelusuri jaringan pipa air ini, FBC menemukan pipa air yang dipergunakan berukuran kecil ( 2 inch ) dengan ukuran seragam dari mata air hingga ujung dusun I. Di setiap belokan, pipa langsung dibengkokan dan ada satu dua yang memakai soket ( sambungan ).Pipa air yang patah pun tidak diganti tapi hanya diikat memakai karet ban sepeda motor atau mobil.

“ Petugas yang memasangnya tidak mengerti dan punya pengalaman sehingga kerjanya asal jadi saja. Pemerintah juga tidak mengawasi. Ketua DPRD dan Asisiten I pemda Sikka pernah datang cek tapi setelah itu tidak ada tindak lanjutnya “ sesal Bernadus.

Air di Celah Batu

Untuk mengatasi ketiadaan air, masyarakat kampong Wolokepo, Mokekapa, Woloria dan Aebara ada yang mengambil air dari kali Wolokepo berjarak sekitar satu kilometer untuk minum , cuci perabotan makan dan ditaruh di WC. Sementara untuk mandi dan cuci masyarakat biasanya melakukannya di kali.

Masyarakat Wolokepo berjumlah 37 kepala keluarga biasa mengambil air di tebing batu.Disaksikan FBC, air yang menetes dari celah - celah batu besar tertampung di tanah di bawahnya. Air tersebut diambil memakai gayung atau ember kecil secara perlahan agar tidak keruh dan kotoran tidak ikut terbawa.

Pengambilan air dilakukan secara bergantian. Jika air sudah kering, masyarakat akan menunggu dan membiarkannya sedikit penuh baru diambil lagi.Rata – rata masyarakat mengangkut air memakai jeriken ukuran lima liter.Selain di tebing batu, masyarakat juga mengambil air yang keluar dari celah – celah batu dan menampungnya di sebuah lubang. Bagian atas lubang tersebut di letakan bamboo dan ditutup memakai daun salak atau daun pisang agar kotoran tidak jatuh ke dalamnya.

Bagian ujung tampungan air disisahkan sebuah lubang kecil untuk mengambil air.Biasanya saat pagi, tampungan air tersebut penuh dan bisa mencapai 100 liter. Soreh hari masyarakat kembali mengambil air lagi tapi jumlahnya tidak terlalu banyak.

“ Kalau musim hujan kami konsumsi air hujan. Kalau mandi kami ke kali. Biasanya kalau pulang dari kebun kami langsung mandi. Kadang kalau kami pulang kerja kelompok untuk buka kebun baru atau cuci rumput di sore hari, kami tidak mandi lagi. Mau mandi tidak ada air, terpaksa langsung tidur meski badan berkeringat dan kotor “ ungkap Bernadus.

Minta Proyek Dilanjutkan

Lukas Lura ( 28 ) aparat desa Gera meminta pemerintah agar persoalan air bersih ini diperhatikan. Proyek yang gagal ditindaklanjuti dan diperbaiki lagi. Bila perlu, sebut Lukas, kontraktornya diberikan denda dan diminta memperbaiki pengerjaan yang terbengkelai tersebut.Pemerintah daerah Sikka sesal Lukas tidak pernah mengontrol proses pengerjaan yang dilakukan pihak kontraktor. Laporan masyarakat juga tidak pernah ditindaklanjuti.

“ Desa kami seharusnya tidak perlu susah air. Mata air banyak dan debit airnya cukup kalau untuk kebutuhan masyarakat desa kami. Akhir November atau awal Desember 2014 LSM Caritas akan meresmikan pemakaian jaringan pipa air yang dibangun di kampung Woloone. Jika sudah mengalir warga di kampung Woloone dan juga warga dusun tiga lainnya tidak kesulitan air lagi “ ungkapnya.

Raymundus Tuda warga Wolokepo lainnya menyebutkan jika proyek jaringan pipa diperbaiki tentunya bak – bak air minum dan kran – kran air yang dipasang di setiap dusun tidak mubasir dan rusak. Saat ini tambah Mundus bak air ada yang dipakai untuk kandang babi.Dirinya menyayangkan dana yang dulu dianggarkan sebesar 1,2 miliar rupiah tidak dipergunakan secara baik. Jika dikerjakan dengan baik tentunya sebut Lukas, kesehatan masyarakat desa Gera juga meningkat.

“ Bagaimana mau bangun WC dan kamar mandi kalau air saja tidak ada. Kalau air banyak tentu masyarakat juga bisa manfaatkan untuk tanam sayuran atau menyiram tanaman di kebun seperti kakao yang masih kecil. Banyak kakao yang baru ditanam mati karena kekeringan “ pungkasnya.

Warga  desa Gera yang masuk dalam kecamatan Mego merupakan bagian dari 3 kecamatan selain Tana Wawo dan Paga yang berbatasan dengan wilayah kabupaten Ende yang didiami suku Lio.Tanah yang subur membuat masyarakat desa Gera yang mayoritas berasal dari etnis Lio, bisa hidup layak dari menjual hasil komoditi perkebunan. ( Habis )


Penulis : Ebed de Rosary                                     Email : ebedallan@gmail.com

Viewing all articles
Browse latest Browse all 339

Trending Articles