Quantcast
Channel: EBED DE ROSARY
Viewing all 339 articles
Browse latest View live

Jembatan Bambu dan Hutan Bakau, Pasangan Serasi wisata Alam Mageloo

$
0
0


MAUMERE - Meski kerap dilupakan pemerintah daerah Sikka, berwisata dengan berjalan melintasi jembatan bambu diselimuti hutan bakau merupakan sebuah sensasi yang tentunya tidak bisa didapatkan di tempat lain di negeri ini bahkan di belahan dunia manapun. Selain berjalan di titian bambu, pengunjung pun bisa merasakan kenikmatan memungut kerang di hutan bakau, mencari kepiting dan ikan, surfing di lautnya hingga melepas penat di pantai berpasir putih.

Hal ini yang menjadikan areal hutan bakau seluas 50 hektar dengan ketebalan bakau mencapai 300 meter lebih di Mageloo Ndete desa Reroroja kecamatan Magepanda ini kerap disambangi wisatawan saban minggu. Banyak juga yang memanfaatkan tempat ini untuk membuat film dan foto pre wedding.Berjarak 29,5kilometer arah barat kota Maumere, lokasi ini bisa dicapai dengan menumpang angkutan dengan biaya 15 ribu rupiah maupun sepeda motor.

Jembatan Bambu

Membangun jembatan bakau di tengah rimbunnya pohon bakau,kisah Viktor Emanuel Raiyon pemilik tempat ini kepada Cendana Newsyang menemuinya, Minggu ( 03/01/2015 ) seraya membawa majalah yang memuat dirinya.Membangun jembatan dilakukan saat proses pembuatan film dokumenter oleh sebuah stasiun televisi swasta di Indonesia tahun 2008 silam.

Kami mau shooting film dokumenter tapi camera man kesulitan melakukan pengambilan gambar akibat lumpur di hutan bakau bisa capai kedalaman 30 sentimeter.Petugasnya hampir jatuh dan kami takut kalau peralatannya rusak. Akhirnya saya minta donatur untuk beli bambu dan kamikerja kelompok buat bangun ini jembatan “ jelas pria yang akrab disapa Baba Akong ini.

Jembatan bambu ini sepanjang 300 meter dan direncanakan akan ditambah lagi 50 meter.Penambahan ini sebut Raiyon dilakukan agar pengunjung tidak bersusah payah berjalan selepas lokasi pembibitan bakau miliknya.

Sepanjang rute yang dilewati, pengunjung tidak bisa melihat pemandangan sekelilingnya karena tertutup rimbunnya bakau setinggi 5 hingga 6 meter di kedua sisinya.Pegangan kayu hanya ada di bagianpangkal jembatan agar memudahkan pengunjung menanjak menaiki jembatan. 

Tiang jembatan menggunakan batang bambu sementara kayu penyangga dipaku di  kedua sisinya sebagai penahan.Di atasnya dipaku bilah – bilah bambu belah selebar 3 sampai 5 sentimeter.Jembatan setinggi 1,5 meter dan lebar 1 meter ini beberapa bambunya sudah mulai keropos.Baba Akong yang menemani Cendana News,terus memperingatkan agar berhati – hati.

“ Kalau bisa pemerintah Sikka bantu ganti bambunya dan tiang bawahnya dicor sedikit biar tidak cepat rusak.Sekarang banyak tiang dan bambu yang sudah lapuk.Kami terpaksa baru sektar enam bulan tarik retribusi lima ribu rupiah untuk beli bambu dan sudah gantti beberapa bagian yang rusak“ ungkap Anselina Nona isteri Raiyon.

Setelah berjalan sejauh 100meter terdapat sebuah pondok di sebelah kirijembatan berjarak 4 meter.Pondok seluas 6 meter persegi ini bisa dijadikan tempat beristirahat sementara untuk kembali malanjutkan perjalanan.Sementara itu pondok kedua berada di barat sejauh ± 200 meter.Pada pohon – pohon bakau yang berjejer di kiri kanan jembatan bambu tertempel tulisan nama dalam bahasa Latin dan Indonesia.


Hutan Bakau

Saat hari libur banyak pengunjung yang datang berekreasi ke tempat ini.kepada para pengunjung asal Sikka, Raiyon bersama isterinya hanya memungut biaya 5 ribu rupiah sedangkan dari luar daerah dan luar negeri dirinya mengutip lebih mahal, 20 ribu hingga 50 ribu rupiah..Uang – uang itu sebut Raiyon dipakai untuk membeli polybag untuk pembibitan bakau dan bambu.

‘ Disini ada 15 jenis bakau dan terlengkap. Bakaunya saya namakan sendiri dalam bahasa Indonesia dan ada nama latinnya juga sehingga memudahkan pengunjung mengenalnya “ ujar Raiyon.

Pengunjung juga diperbolehkan berjalan di jalan setapak masuk keluar hutan bakau, mencari ikan dan kerang.Saat musim angin kencang bulan Mei hingga Agustus, harga ikan mahal sehingga banyak penduduk dari pegunungan yang datang ke hutan bakau ini memilih kerang dan mencari ikan.Pengunjung juga bisa menatapa hutan bakau dari ketinggian menara yang terbuat dari bambu setinggi 15 meter.

“ Pemerintah bisa bantu pasang lentera atau lampu di ujung menara biar kalau ada masyarakat yang mencari ikan di hutan bakau saat malam hari tidak tersesat saat mau pulang “ tambah Mama Nona sapaan akrab Anselina Nona.

Dalam hutan bakau juga ada empat kolam ikan masing – masing seluas seperempat hektar berada  terpisah. Kolam ikan ini dulunya dipenuhi ikan Bandeng.Setiap tamu dari luar daerah yang berkunjung ke tempat ini sebut Baba Akong, dirinya bersama isteri biasa menyuguhkan ikan Bandeng untuk disantap.

Tapi saat ini kolam tersebut sudah tidak dipenuhi Bandeng lagi.Selepas dirinya terkena serangan jantung tahun 2005, Baba Akong tidak memperhatikan kolam tersebut sehingga kolamnya jebol.Jika ada bantuan dana, dirinya akan memelihara ikan lagi agar bisa disuguhkan bagi para wisatawan sebab menurutnya ikan di kolam tersebut lebih enak dan gurih dan bisa dipanen setelah Bandeng berumur 6 bulan.


Wisata Alam

Mimpi Raiyon dan isterinya, bukan saja menghutankan pesisir Mageloo dan Ndete dengan bakau saja, tapi menjadikan daerah ini sebagai tempat wisata alam.Saat ada relawan dari Inggris dan berkunjung ke tempat ini,urai Raiyon mereka sudah survey semua, mereka bilang di Ndete ini akan dijadikan pusat wisata alam,dan mereka akan datang kesini semua karena mereka ingin ke alam yang sebenranya yang ada oksigennya.

 “ Mereka juga cek ke laut,ternyata terumbu karangnya masih bagus dan airnya jernih. Mereka bilang bagus buat snorkeling dan diving dan kalau dijadikan wisata alam sangat bagus karena tempatnya juga sehat “ katanya.

Maria Parera. Warga Maumere yang ditemui Cendana News sedang memanjat menara pengawas menyatakan sangat senang bisa menikmati wisata alam ini. Meski cuaca panas, ujar Maria pengujung yang berjalan di jembatan bambu tidak kepanasan karena tertutup rimbunan bakau.

“Kalau dibangun dua atau tida jembatan lagi dengan arah berbeda tentunya sangat menyenangkan bisa keliling seluruh areal hutan bakau. Tempatnya bagus ada sensasi tersendiri saat melinatsi jembatan bambu lagipula biayanya Cuma lima ribu rupiah saja “ sebut Maria.

Kegigihan Raiyon menularkan ilmu kepada anak sekolah, guru besar, peneliti dan kesabarannya mempraktekannya dengan menghutankan kawasan pantai di dusunnya seluas 50 hektar dan ratusan hektar pesisir pantai utara Flores dan Indonesia,membuahkan Kalpataru tahun 2009 untuk kategori  Perintis Lingkungan.

Penghargaan Eagle Award tahun 2008 yang diselenggarakan salah satu stasiun TV swasta pun digenggamnya lewat film dokumenter berjudul “ Prahara Tsunami Bertabur Bakau ”.Dalam perlombaan ini dirinya menyisihkan 256 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.


Selain itu,dari 80 peserta, dirinya terpilih mendapatkan penghargaan Kick Andy Heroes untuk kategori lingkungan di tahun 2009, penghargaan dari Bupati Sikka Paulus Moa tahun 2000 dan gubenur NTT Piet A Tallo yang berkaitan dengan perintis lingkungan hidup. 

Ebed de Rosary
Wartawan Cendana News.Com

Kelompok Dona Ines. Menjual Sikka Lewat Selembar Kain Tenun

$
0
0


MAUMERE -Tradisi menenun wajib dilestarikan. Selain menghargai leluhur, keterampilan yang diwarisi secara turun temurun bisa menafkahi hidup.Wisatawanyang menyambangi gereja tua Sikka dipandang sebagai pembeli potensial.Pasar ini yang coba dimasuki kelompok Dona Ines. Meski tidak semua yang menyambangi gereja tua Sikka membeli selembar kain tenun, toh bagi kaum perempuan kelompok Dona Ines, kesetiaan memasarkan tenun Sikka tetap dilakoni. 

Menenun bagi kaum perempuan di kabupaten Sikka merupakan sebuah keterampilan yang wajib dimiliki. Tak heran, hampir semua pelosok di kabupaten Sikka, aktifitas menenun dengan mudah kita temui. Menenun dilakukan baik secara perorangan di rumah-rumah maupun secara berkelompok.Di kota Maumere, ibukota kabupaten Sikka, aktifitas menenun juga masih kita jumpai di rumah-rumah penduduk.

Kain tenun, bagi masyarakat Sikka wajib dibawa saat ada kematian maupun perkawinan.Anggota keluarga yang berduka, datang ke rumah duka selalu membawanya untuk diberikan kepada keluarga berduka. Saat perkawinan pun, kain tenun diberikan kepada keluarga pengantin perempuan kepada keluarga pengantin laki–laki saat antar Belis (mahar perkawinan).

Menenun pun bisa dilakukan untuk mencari nafkah. Kain tenun dijual kepada wisatawan maupun kepada warga masyarakat Sikka yang membutuhkan. Sadar akan potensi ini, kelompok perempuan Dona Ines di desa Sikka bergabung dan bersatu menjual kain tenun dan aksesoris dari kerang yang diproduksinya.

“Kami ada lima kelompok perempuan di desa ini yang sudah terbentuk sejak tahun 2012. Kami awalnya berjualan sendiri–sendiri namun akhirnya kami semua sepakat bergabung menjadi sebuah kelompok besar dan setiap hari berjualan di samping gereja tua Sikka “ujar Margaretha Alexa kepada Cendana News yang menemuinya di Sikka, Minggu (31/01/2016).

Dikatakan Alexa, awalnya mereka berjualan kain tenun sendiri –sendiri. Saat ada kunjungan wisatawan bebernya, mereka berlarian mengejar para wisatawan guna menawarkan kain tenun mereka. Ketidakteraturan ini membuat banyak wisatawan yang tidak merasa nyaman dan urung membelinya.Bila tidak ada kelompok, mereka juga sulit mendapatkan bantuan.Kejadian inilah yang membuat 50 orang sepakat membentuk 5 kelompok dan bergabung dalam sebuah kempok besar.


Tergantung Wisatawan

Saat disambangi Cendana Newspagi itu, kelompok ini sedang menunggu pembeli. Sepinya tamu saat itu membuat kelompok dua yang mendapat kebagian jatah menjual, sudah dua belas hari tak ada selembar kain tenun yang dijual.Meski begitu, para ibu-ibu ini terlihat tetap semangat.

Lokasi tempat menggelar dagangan dan memamerkan proses menenun tidak terlalu luas.Berada persis di sebelah selatan,di bawah tangga masuk halaman gereja tua Sikka dan berdampingan dengan makam raja Sikka.Lahan seluas ± 100 meter persegi ini dijadikan pangkalan rutin mengais rejeki dari wisatawan yang mengunjungi gereja tua dan Lepo Gete (istana raja)

Rineldis Epifania ketua kelompok Dona Ines menuturkan, di desa Sikka sebenarnya ada 15 kelompok tenun.Lima kelompok sebut Epifania,terbentuk tahun 2012 sementara 10 kelompok lainnya terbentuk tahun 2013.Kelima kelompok yang tergabung dalam kelompok Dona Ines rutin menempati lokasi di sekitar Lepo Gete sedangkan 10 kelompok lainnya tidak.

Masing–masing kelompok beranggotakan 10 orang.Kelima kelompok tersebut juga dinamai sesuai motif kain tenun yang jadi andalan kelompok tersebut.Kelompok satu bernama Mawarani yang diketuai Maria Anselmia sedangkan kelompok dua bernama Manuagi yang diketuai Maria Dua Eda da Gomes. Kelompok tiga dinamakan  Medan Wedeng Werang yang diketuai Edoksia Sima, kelompok empat Nape Wungung diketuai Maria Rosari dan kelompok terakhir dengan ketua Putri Finansi bernama Naga Lalang.

“Biasanya setiap kelompok dibagi setiap hari memamerkan kain tenunnya, tapi kalau belum ada yang terjual berarti kelompok tersebut tetap memamerkan kain tenun sampai ada yang beli.Ini sudah jadi kesepakatan bersama seluruh anggota dalam pertemuan “ kata Epifania.

Semua kelompok jelas Epifania,menempati lokasi di sekitar Lepo Gete Hasil penjualan disisihkan juga untuk uang kas kelompok.Wisatawan ramai berkunjung saat seminggu jelang Paskah dan juga di bulan Juni hingga Oktober. Selepas itu, ungkap Epifania, jarang sekali ada kunjungan wisatawan.Saat turun hujan, kain tenun dipajang di kolong rumah panggung Lepo Gete dan para perempuan anggota kelompok berteduh di atas terasnya.

“ Tidak semua yang berkunjung ke gereja tua dan Lepo Gete membeli kain tenun ( sarung ) yang kami jual.Biasanya usai mengunjungi gereja tua, kami tawarkan mereka guna melihat kain tenun kami, siapa tahu mereka bisa membelinya. Tapi semua itu tergantung wisatawan “ papar Epifania.

Kain – kain tenun terlihat dipajang dengan meletakannya pada bambu – bambu pagar yang ada di sekeling tempat tersebut. Ada juga yang ditaruh di meja. Setiap sudut dipasang tiga tingkat bambu panjang sehingga memudahkan kain – kain tenun tersebut diletakan disana.


Memamerkan Proses

Kelompok ini juga menawarkan pertunjukan proses menenun kain.Biasanya kegiatan ini suka diminta para wisatawan untuk bisa mengetahui secara jelas hingga terjadinya selembar kain tenun.Tarif yang dikenakan untuk memperlihatkan proses ini dikutip sebesar 100 ribu rupiah.Penasaran akan hal ini, penulis pun ikut memperhatikannya.

Pohon kapas yang ada di sekitar tempat tersebut terlihat berbuah dan beberapa buahnya mulai mengering.Dijelaskan Alexa, juru bicara kelompok, kapas yang sudah kering diambil dan bijinya dikeluarkan memakai alat tradisional yang disebut Ngeung.Agneta Agnesterlihat sedang memasukan kapas kedalam celah diantara dua kayu bulat sementara tangan satunya memutar pegangan di samping alat tersebut. 

“Ngeung berfungsi untuk memisahkan biji kapas. Satu alat  punya dua fungsi dimana kapas yang sudah dibersihkan akan keluar di bagian depan sementara yang ada bijinya akan keluar dibelakang “jelas Alexa.

Kapas pun dihaluskan.Dua perempuan dengan batang kayu bulat sepanjang ± 1 meter dan diameter ± 2 sentimeter terlihat memukulkan kapas yang  diletakan di atas tikar (Tutu). Di bawah tikar ditaruh tumpukan daun pisang kering sehingga saat dipukul tikar akan membal. Dipukul oleh dua orang jelas Alexa, supaya kapas bisa rata dan halus hingga ke ujungnya.

Setelah itu kapas dibentuk bulatan panjang memakai lidi atau kayu dengan maksud supaya dapat dipintal dan jadi benang larinya satu arah saja (Ogo). Hasil gulungan satu persatu mulai diuraikan jadi benang, memakai alat pintal Jata Kapa). Setelah perentangkan benang urai Alexa, proses pembuatan kain tenun dilanjutkan dengan membuat pola atau motif gambar.Setiap ibu-ibu di kelompok terangnya, mempunyai buku pegangan masing - masing sehingga jika hendak mengikat motif mereka akan mengikuti contoh di dalam buku tersebut.

“Ikat pakai tali daun gebang (Tebuk) supaya saat dicelup motifnya tetap dalam ikatan. Yang tidak diikat bagian luar yang akan dikasih warna, dimana kalau dibuka bagian yang diikat akan terbentuk pola atau gambar. Ikat pakai daung Gebang supaya tidak licin dan bergeser.Prosesnya butuh waktu sekitar dua minggu “urainya.

Selanjutnya benang tersebut diberi pewarna dengan dicelupkan ke dalam tembikar yang sudah diberi pewarna alami. Proses warna merah,beber Alexa, akar pohon Mengkudu dihaluskan dicampur air soda dari abu kayu bakar (kayu Asam atau kayu kesambi) dan diaduk merata bersama daun Lobak. Benang putih pun dicelupkan ke dalamnya.

Prosesnya bertahap. Satu bulan dikasih warna setelah itu disimpan, dikasih warna dan disimpan lagi dan dilakukan terus menerus. Butuh waktu sampai tiga tahun hingga dasar warna merah sampai berubah jadi coklat baru dibuka ikatan motif dan diluruskan atau dirapikan dalam alat pemidang (Daong).

“Proses pembuatan warnanya butuh waktu lama karena pemberian warna secara bertahap dan disimpan supaya warnanya semakin lama semakin melekat.Daun Nila direndam di tembikar dicampur air dingin dan kapur sirih untuk kasih warna biru. Prosesnya sama seperti warna coklat tadi hingga sampai warna biru berubah jadi warna hitam.Proses pemberian warna alami lama, dicuci juga tidak luntur,“ paparnya.

Sesudahnya benang diikat satu persatu (Sipe),  supaya kalau ditenun motifnya dalam satu posisi, tidak lari kiri kanan atau bengkok dan sudah menyatu. Sipe sebut Alexa, bisa dilakukan selama dua hari.Setelahnya benang tersebut ditenun. Adabanyak proses menenun yang lebih detail ungkapnya,namun yang ditampilkan disini merupakan proses menenun secara umum saja.


Motif Tradisional

Setiap kelompok di Dona Ines menghasilkan sarung motif khusus untuk dijual.Setiap motif sarung memiliki arti tradisi budaya.Terdapat 38 motif yang dikembangkan di kelompok ini. Dari jumlah tersebut, sekitar 23 motif merupakan motif tradisional yang diwarisi turun temurun sementara sisanya merupakan motif modern hasil kreasi kelompok.

Motif tradisional seperti diungkapkan Epifania selaku ketua kelompok terdiri atas Mawarani,Manuagi,Nagalalang,NapeWungung,Oko Kirek,Rembing dan Moko. Selain itu juga terdapat motif Medan Wedeng Werang,Jarang Ata Biang,Selepa, Dama,Kapa Wuang,Kelang Kobar,Medan Taling,Medan Turang,Geda Ata Wuang dan Pote Sere.Sementara Motif modern diantaranya Bunga,Laba-Laba,Puto dan lainnya.

Dari banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Sikka dan membeli kain tenun hasil produksi mereka, sebut Epifania, wisatawan asing lebih menyukai kain tenun pewarna alami yang lebih gelap sementara wisatawan dari Jawa lebih menyukai warna cerah.

“Kami selalu kasih tahu ke wisatawan, kalau pewarna kimia warnanya cerah–cerah, kalau pewarna alami warnanya agak buram. Ada benang kapas dan benang pabrik juga. Kalau pakai kapas prosesnya agak lama “katanya.

Untuk selembar kain tenun pewarna alami memakai kapas sepanjang 1,5 meter dan lebar 40 sentimeter dilepas dengan harga 2 juta rupiah.Sementara memakai benang pabrik dan menggunakan pewarna alami dijual seharga 1,5 juta rupiah.Jika memakai benang pabrik dan pewarna kimia, selembar kain tenun dilego dengan harga 300 ribu rupiah.Kelompok ini juga menerima pesanan kain dalam jumlah banyak.

Pemasaran dan modal jadi alasan klasik yang menyebabkan kelompok ini ibarat pepatah “hidup enggan mati tak mau”. Tahun 2012 berdiri, ungkap Maria Dua Eda da Gomes ketua kelompok Manuagi saat ditanyai Cendana News, kelompok Dona Ines mendapat bantuan dari dinas pariwisata Sikka sebesar 75 juta rupiah. Tiap kelompok sebut Dua Eda, mendapat 4 juta rupiah. Tahap kedua lanjutnya, kembali mendapat dana 100 juta rupiah yang disalurkan lewat desa tapi tidak jelas pembagian dananya.Kelompok Dona Ines pun lanjut Dua Eda hanya memasarkan kain tenun di samping gereja tua Sikka dan Lepo Gete saja.

“Kami belum pernah jual ke tempat lain tapi kalau di dalam keluarga anggota kelompok yang butuh mereka bisa beli.Kami butuh modal sebagai penguat untuk mengembangkan kelompok tenun ikat “pungkasnya.


Selain kain tenun, kelompok tersebut juga membuat aksesoris dari kerang seperti gelang, kalung, anting dan Rosario.Kerang–kerang tersebut dipilih di pesisir pantai desa Sikka.Harga yang ditawarkan bervariasi mulai dari 25 ribu rupiah hingga 50 ribu rupiah untuk sebuah Rosario.

Ebed de Rosary
Wartawan Cendana News.Com

“ Lepo Gete “, Istana Raja Sikka. Merana di Bibir Pantai Selatan

$
0
0

Lepo Gete dalam bahasa Sikka diartikan sebagai rumah yang ditempati oleh orang besar.Rumah ini ditempati oleh raja Sikka sehingga biasa disebut istana raja.Berada persis di bibir pantai selatan, Lepo Gete warisan kerajaan ini hancur bak ditelan ganasnya ombak pantai selatan.Niat baik pemerintah kabupaten Sikka membangunnya kembali membuat Lepo Gete bisa disaksikan generasi muda saat ini.Meski tidak sesuai aslinya, Lepo Gete tetap menjadi sebuah bangunan unik penuh sejarah.

Kampung Sikka atau Sikka Natar terletak di pantai selatan Kabupaten Sikka, di Kecamatan Lela, berjarak ± 28kilometer dari kota Maumere. Sikka Natar ini kelihatan sederhana, namun sesungguhnya mengandung suatu perjalanan sejarah yang sangat berarti. Di kampung inilah terdapat sebuah gereja tua dan rumah yang disebut Lepo Gete.

Lepo Gete ini menjadi istana kerajaan Sikka dan sekaligus pusat pemerintahan kerajaan Sikka dalam rentan waktu yang cukup lama terutama dalam masa penjajahan Portugis abad ke XVI dan Belanda abad ke XVII. Lepo Gete hanya berjarak ± 5 meter dari bibir pantai selatan. Lepo Gete pernah menjadi pusat kontak budaya antara penduduk pribumi Sikka pada umumnya dan bangsa asing seperti Portugal dan Belanda.

Sejak awal terbentuknya Kerajaan Sikka sekitar tahun 1607,raja Sikka, Don Alexius Alessu Ximenes da Silva,membangun pusat pemerintahannya dengan bermarkas di kampung Sikka, di istana "Lepo Gete".Hampir semua raja Sikka mendiami istana kerajaan Sikka ini.
Lepo Gete persis berada di sebelah selatan gereja tua Sikka berjarak ± 15 meter.Saat disambangi Cendana News,Minggu(31/01/2016),terlihat beberapa lelaki sedang tidur di tempat ini. Beberapa wanita yang menjajakan kain tenun ikat di seberang jalan mengatakan, bila turun hujan, mereka semua akan berlindung di Lepo Gete. Tali-tali diikatkan menghubungkantiang yang satu dengan yang lainnya.Sarung pun diletakan di tali yang terentangdi kolong bangunan Lepo Gete tersebut sementara mereka duduk di atas berandanya.


Tidak Seperti Aslinya

Menurut penuturan Gregorius Tamela Karwayu (67tahun)yang ditemui Cendana News,Minggu(31/01/2016)bangunan Lepo Gete memang sejak dulu sudah ada.Tapi setelah raja Don Alesu pulang dari Malaka,tutur Goris pria ini biasa disapa, istana raja pun diperbesar karena wilayah kerajaan juga diperluas.Bangunan ini sebutnya berbentuk rumah panggung dengan panjang 20 meter dan lebar 15 meter beratap tinggi melancip dengan dua sisi air. 

Lepo Gete sebut Goris terdiri atas dua bagian utama yakni Tedang yang berfungsi sebagai pendopo rumah, tempat menerima tamu, tempat musyawarah, tempat perjamuan atau acara pesta lainnya.  Bagian kedua disebut Une.Tempat ini ungkap lelaki kelahiran 12 Maret 1948, khusus hanya untuk penghuni rumah atau anggota keluarga dekat dimana disitu juga terdapat tempat tidur dan  tempat menyimpan harta kekayaan yang berharga. Bagian Uneletaknya lebih tinggi dari bagian Tedang dan ada tangga (Dang) yang menghubungkan kedua bagian itu. 

 “Selain Unedan Tedang pada bagian belakang terdapat dapur dan tempat menyimpan persediaan makanan yakni Awu dan Ronang.  Bagian ini juga letaknya lebih rendah dari Tedang dan dilengkapi dengan kamar tidur untuk pembantu rumah.Bangunan Lepo Gete sekarang ini tidak seperti aslinya.Ada rencana mau dibangun lagi seperti aslinya “ujarnya.

Rumah besar ini seperti disampaikan Orestis Parera (75) kepada Cendana News di hari yang sama,pada jaman Belanda dan sebelum merdeka baru dipindah ke Maumere. Raja Don Yosephus Thomas Ximenes da Silva sebut pak Res,pria ini biasa disapa,  pernah tinggal di Lepo Gete tapi setelah itu pindah ke Maumere.Pemerintah Kabupaten Sikka saat bupati dijabat Paulus Moa,beber lelaki kelahiran 25 Juni 1940, membangun kembali rumah adat itu pada tahun 2000 dengan biaya 100 juta rupiah untuk melestarikan sejarah, budaya dan sekaligus menjadi obyek wisata.

Ditambahkan pak Res, memang Lepo Gete mau dibangun baru karena ada seorang donator yang mau bantu tapi belum juga ada tindak lanjutnya.Lepo Gete sekarang ini tiang rumahnya kurang tinggi dan harus ditambah lagi tingginya minimal 1,5 meter.Bentuk rumahnya urai Res,masih dengan rumah panggung tapi kayu-kayu penyangganya harus besar sehingg bisa lentur.

“Dulunya, rumah para pembantu raja juga berbentuk seperti Lepo Gete hanya lebih kecil. Rumah saya juga sebelum tahun 70 - an masih seperti itu karena orang tua termasuk Moang Puluh. Tapi kami tidak ada uang untuk memperbaiki sebab butuh biaya besar sehingga dirobohkan dan bangun rumah seperti sekarang ini. Bapak E.P da Gomez juga rumahnya  sampai tahun 80-an masih seperti itu” jelasnya.

Berpindah Ke Maumere

Istana raja Sikka urai Goris dan Res pernah berpindah ke Maumere atas saran penguasa Belanda. Bapak E.P. da Gomez dan Oscar P Mandalangi dalam bukunya yang berjudul “Don Thomas Peletak Dasar Sikka Membangun“ menyebutkan, pemerintah Belanda untuk pertama kalinya pada tanggal 24 Agustus 1879 mengangkat seorang "Posthouder" di Maumere. Posthouder GA.VAN SIEK itulah yang menyarankan agar Raja Sikka sebaiknya selalu berada di Maumere sebab ketika itu Maumere sudah ramai sekali sebagai tempat pertemuan para pedagang dari berbagai jurusan. Saran yang baik itu sangat menarik perhatian sang Raja Sikka.

Secara bertahap urai EP da Gomes dan Oscar P Mandalangi dalam bukunya,raja Sikka mulai membuat rencana untuk memindahkan ibukota Kerajaan Sikka ke Maumere.Akan tetapi hal ini baru terlaksana pada tanggal 26 Pebruari 1894 dengan dipancangkanlah tiang pertama bangunan istana Raja Sikka itu di Maumere.Dan pada tanggal 8 Maret 1894 diselenggarakan suatu pesta rakyat yang marak meriah dengan acara main dadu dan sabung ayam selama seminggu sebagai tanda peresmian pembangunan istana itu. Istana yang sudah runtuh tersebut kini di atasnya berdiri bangunan rumah dua bersaudara sekandung keturunan Raja Sikka, Mikhael da Silva dan Rafael da Silva. Namun demikian, Raja Sikka masih tetap saja berdiam di kampung Sikka. Beliau datang ke Maumere hanya sesewaktu apabila perlu atau diminta Posthouder.

Don Josephus Nong Meak da Silva dinobatkan menjadi Raja Sikka ke-14 pada tahun 1903. Pada mulanya beliau menetap di kampung Sikka, dan barn pada tahun 1918, beliau mengambil keputusan untuk memindahkan ibukota pemerintahan Kerajaan Sikka ke Maumere.Menurut PS da Cunha  dalam surat khabar Mingguan "BENTARA" Ende edisi tanggal 15 Juni 1954 menyebutkan kepindahan itu terjadi tahun 1917. Raja Nong Meak membangun istananya, yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai "Oring Sirat",di lokasi yang sekarang sudah berdiri bangunan Losmen Lareska, sedangkan bangunan kantor pemerintahan Kerajaan Sikka (Landschaap Sikka) terletak di kompleks lapangan Tugu (sementara ini sudah menjadi lokasi sakral patung Kristus Raja).

Tiang Kayu Bulat

Lepo Gete yang ada sekarang berbentuk rumah panggung, ditopang oleh 25 kayu bulat dari pohon Tuak  (Lontar) yang dipancang berbaris memanjang dan melintang. Terdapat 5 baris dengan masing – masingnya memiliki 5 tiang.Tiang yang berada di sisi terluar utara dan selatan kesemuanya memiliki tinggi ± 5 meter. Baris kedua tiang yang lebih ke dalam setinggi ± 5,2 meter sedangkan barisan tiang di bagian tengah setinggi ± 7 meter.Semua tiang bulat ini berdiri di atas pondasi semen segi empat setinggi ± 30 sentimeter.

Bangunan Lepo Gete sekarang diperkirakan panjangnya 15 meter dan lebar 10 meter sementara tinggi lantai dari tanah ± 1,7 meter. Untuk menaikinya, dibuatkan 9 anak tangga dari semen di sisi barat.Tangga ini pun semennya sudah mulai rontok di bagian pinggirnya.Semua dinding rumah raja ini terbuat dari papan selebar 15 sampai 20 sentimeter. Dinding pendopo bagian utara setinggi ± 1 meter sementara ketiga sisi lainnya setinggi ± 1,5 meter.Dinding pembatas kamar ketinggiannya ±  2 meter.

Lantai rumah panggung berbahan kayu di topang oleh kayu - kayu yang disusun memanjang sebanyak ± 96 batang kayu (Usuk) dengan masing–masing bagian terdapat 6 batang kayu. Kayu–kayu inilah yang menjadikan lantai rumah panggung ini kuat menahan beban. Kayu –kayu di sekelilingnya maupun dinding ruangan banyak yang sudah terlepas. Disaksikan Cendana News,kondisi ruangan sudah berantakan dan tidak mencerminkan sebuah hunian. Kamar – kamarnya pun tidak ada kayu pembatas lagi, banyak yang sudah terlepas begitu pula pintunya.

Atap yang terbuat dari ilalang ada yang sudah terlepas ikatannya.Bahkan di bagian tengah, dari ujung ke ujung terlihat lubang menganga.Dengan lebar lubang sekitar 20 sentimeter, jika turun hujan dijamin bagian tengah rumah akan dipenuhi air hujan. Ini yang mengakibatkan lantai di bagian tengah rumah banyak yang sudah hancur terkena rembesan air.

Belum Sepaham

Bagian depan Lepo Gete dipenuhi rumput liar (Keroko) dan bunga–bunga yang tidak terurus.Pondasi tiang juga terlihat semennya mulai rontok dan tanahnya tergerus. Saat Cendana Newssedang berkeliling, datang beberapa anak muda dan tidur di pendopo Lepogete.Mereka beralasan bahwa di Lepo Gete lebih sejuk karena bangunannya terbuka dan atapnya dari ilalang tidak seperti rumah mereka yang beratap seng.

Memang keinginan untuk membangun Lepo Gete yang baru seperti disampaikan Goris dan Res sudah ada tapi pemerintah masih beralasan adanya satu dua ahli waris kerajaan yang belum sepaham. Setelah dibangun memang ada rencana untuk ditinggali atau minimal ada yang menjaganya. Tapi sambung Res, harus diatur oleh pemerintah desa atau ahli waris raja siapa yang pantas menempatinya.

Mikael Manda da Cunha yang juga mantan kepala desa Sikka yang pertama menyayangkan anak cucu keluarga keturunan raja yang saling mengklaim atas hak kepemilikan bekas rumah raja (Lepo Gete). Padahal pemerintah kabupaten Sikka ungkap Mikhael, telah menetapkan bahwa Lepo Gete sebagai benda warisan bersejarah sehingga dilindungi oleh undang - undang. Mereka kurang memiliki sense sejarah, sesal lelaki 72 tahun ini.

“Warisan pusaka kerajaan Sikka (Regalia Sikka) sendiri saat ini bertebaran di beberapa keluarga keturunan raja. Sehingga tidak bisa dijadikan aset sejarah yang bisa dilihat oleh orang umum, setidaknya dibuatkan replikanya sebagai benda bersejarah.Sekarang banyak turis yang menyatakan kecewa karena tidak mendapatkan benda-benda bersejarah itu. Padahal ini juga bisa menambah daya tarik turis selain gereja tua, peninggalan portugis, seni dan tari tradisional serta seni tenun ikat“imbuhnya.


Jika tidak segera dicari jalan keluar dan langkah konkrit untuk memugar ataukah membangun baru, warisan kerajaan Sikka ini suatu saat akan punah.Banyak orang asli kampung Sikka yang terkenal pintar dan bertebaran di kabupaten Sikka, NTT maupun di beberapa kota besar di Indonesia. Tentunya pemikiran dan sumbangsih mereka dibutuhkan agar kelak anak cucu mereka bisa menyaksikan dan bangga terhadap peninggalan kerajaan Sikka bukan hanya sekedar melihat foto dan membaca tulisannya.

Ebed de Rosary
Wartawan Cendana News.Com

Gereja Tua Sikka, Bangunan Kuno Gaya Eropa Berpadu Motif Inkulturatif Tenun Ikat

$
0
0

MAUMERE -Hampir semua gedung gereja yang baru dibangun menampilkan arsitektur bergaya modern. Perpaduan antara budaya lokal dan agama pun tidak teraplikasi didalamnya. Memadukan motif tenun ikat Sikka yang dilukis di setiap sudut dinding gereja dengan corak kaca bergaya Eropa menjadikan gereja tua ini perpaduan dua budaya.Kerjasama yang dibangun antara Portugis dan raja Sikka berwujud sebuah bangunan rumah ibadah yang indah, artistik dan tentu saja tetap lestari diumurnya yang melebihi satu abad.

Gereja tua Sikka merupakan salah satu gereja Katolik di Indonesia yang bernilai historis. Gereja ini juga tetap mempertahankan keasliannya walau untuk itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Kaca jendela gedung misalnya, corak dan warnanya tidak diproduksi lagi di Indonesia sehingga untuk mengganti kaca yang rusak harus dipesan dari luar negeri.Kayu yang digunakan pun merupakan kayu jati asli dan awet hingga ratusan tahun.

Minggu (31/01/2016) Cendana News berkesempatan menyambangi desa Sikka, kecamatan Lela guna menggali lebih dalam warisan peninggalan Portugis ini. Berkendara menempuh perjalanan sejauh ± 28 kilometer arah Barat kota Maumere, desa Sikka bisa dicapai dalam waktu ± 30 menit. Selepas jalan negara pertigaan Hepang, perjalanan dilanjutkan dengan menuruni jalan kabupaten beraspal dimana beberapa ruasnya masih tertimbun tanah. Desa Sikka berada di  pantai selatan tepatnya sebelah timur desa Lela dan desa Duu.

Gereja tua Sikka masuk dalam wilayah paroki St.Ignatius Loyola dengan jumlah umat ± 1.900 jiwa yang tersebar di 6 lingkungan dan 29 Komunitas Basis (Kombas).Kepada Cendana News yang menemuinya di gedung pastoran, Rm.FelixRongeytu,Pr, pastor paroki gereja St.Ignatius Loyola Sikka menyebutkan,jumlah umat Katolik setiap tahun tidak mengalami peningkatan berarti. Hal ini sebut Romo Felix karena banyak orang Sikka yang merantau ke luar daerah mencari pekerjaan. Sebab jika bertahan di Sikka, tambahnya, mata pencaharian hanya sebagai nelayan saja karena tanah untuk pertanian hampir tidak ada.

Jika dilihat, desa Sikka diapit pantai dan bukit dimana jarak dari bibir pantai hingga bukit ± 50 sampai 100 meter saja. Dari penuturan pastor paroki dan buku tamu yang ada di gereja memperlihatkan, hampir tiap hari ada saja wisatawan lokal dan mancanegara yang mengunjungi gereja tua Sikka. Baru – baru ini sebut Romo Felix,ada rombongan pengendara motor besar dari luar daerah yang mayoritas beragama lain mengunjungi gereja tua Sikka. Buku tamu di gereja juga memperlihatkan, dua hari dan seminggu sebelum kedatangan Cendana News,gereja ini dikunjungi rombongan biarawati dari Larantuka dan beberapa turis dari Eropa.


Dibantu Raja

Gereja tua yang ada sekarang di Sikka seperti dituturkan Orestis Parera (75) kepada Cendana News,Minggu (31/01/2016)bukan merupakan bangunan gereja yang dibangun saat awal masuknya agama Katolik di Sikka tahun 1607.Gereja awal kata Res sapaan mantan guru ini dibangun oleh Raja Don Alesu bersama umat dan imam – imam Dominikan(OP)asal Portugal memakai kayu – kayu lokal. Gereja dengan pelindung Santa Lusia ini tambahnya, selalu mengalami perbaikan karena kayu–kayunya tidak bertahan lama hingga akhirnya diputuskan untuk membangun sebuah gedung gereja permanen dan tahan lama.

Pada tahun 1896,urai Gregorius Tamela Karwayu(67) saat disambangi di rumahnya,Minggu (31/01/2016),pater Yohanes Engbers bersama raja Sikka Andreas Djati da Silva mulai melakukan pembangunan gereja tua Sikka.Gereja dirancang oleh pater Dijkmans yang juga merancang bangunan gereja Katedral Jakarta dengan arsiteknya bruder Leuvenberg,SJ yang saat itu bertugas di Larantuka.Bruder Leuvenberg sebut Goris, sapaan salah satu tokoh sejarah yang menetap di Sikka ini, dibantu oleh  Tiburtius Risi Parera selaku tukang batu serta tukang kayunya Moat Kensong da Cunha Solapung.

“ Kayu jati sebanyak 360 kubik untuk membangun gereja didatangkan dengan kapal besar dari Jawa. Karena kapal tersebut tidak dapat berlabuh  di dekat pantai maka kayu – kayu tersebut dibuang ke laut dan ditarik oleh umat hingga ke darat “ujarnya.

Selain kayu jati, semen dan besi beton juga didatangkan dari Jawa, sementara pasir dan batu disumbangkan umat beriman.Dalam masa pembangunan gereja urai Goris, raja Andreas meninggal dunia sekitar tanggal 15 Juni 1898 sehingga kerjasama ini dilanjutkan penggantinya raja Yosef Mbako Ximenes da Silva.Pembangunan gereja pun rampung dan peresmiannya dilakukan lewat misa meriah malam Natal, 24 Desember 1899.


Tiga Kali Renovasi

Sejak dibangun,gereja tua Sikka berukuran panjang 47 meter dan lebar 12 meter ini sudah tiga kali mengalami renovasi. Menurut yang saya dengar dan saksikan kata Goris, atapnya pernah diganti tahun 1935. Pertama dibangun atap memakai seng yang tebal tapi karena uap air laut kadar garamnya sangat tinggi, maka diganti dengan seng yang lebih tebal lagi.Tapi itu juga  sebut lelaki kelahiran 12 Maret 1948 ini, tidak bertahan lama sehingga diganti pakai genteng tahun 1953 oleh pater Nicholaus Beyer,SVD.

Ditambahkan Res,genteng–genteng tersebut  dibawa oleh kapal motor Theresia dari Ende dan setelah dipakai masih kurang sehingga diproduksi di Sikka. Kaca–kaca gereja yang pecah lanjutnya, tidak bisa diganti karena menurut seorang ahli kaca di Sikka yang dididik Belanda bernama Domi Batafor,kaca tersebut tidak lagi diproduksi di Indonesia. Menjelang usia seabad, tahun 1999 gereja tua ini kembali dipugar.Genteng diturunkan, dicat ulang dengan warna senada dan dipasang kembali. Kayu–kayu penahannya yang sudah rusak diganti.

“Tiang kayunya masih seperti dulu hanya ada kayu bagian depan saja yang berada dekat pintu sekitar 2 meter sudah keropos dan diganti. Lantainya dipasang keramik dimana dari dulu lantainya semen. Bagian altarnya juga dulunya rata saja sekarang ditinggikan sedikit. Kaca yang rusak mau diganti tapi kurang begitu baik sehingga dibiarkan saja. Warna bangunan tetap seperti semula hanya  di cat ulang saja “ungkap Res.

Seorang perempuan tua warga Sikka yang dijumpai Cendana News di depan gereja menyebutkan bahwa gereja tua ini pernah mau dihancurkan Belanda seraya menunjukan dua meriam yang di pajang di depan tangga pendopo pastoran.Ketika Cendana News menanyakan hal ini, baik Res maupun Goris membantahnya. Menurut Goris, dua buah meriam kecil tersebut merupakan peninggalan Portugal.

Kalau dikatakan mau dipakai menghancurkan gereja jawab Goris, saya tidak pernah mengetahuinya. Pernah ada bruder-bruder  SVD bebernya menawarkan agar dibangun satu gereja yang baru dan gereja lama dibongkar. Tapi dengan syarat, kayu-kayu jati tersebut diserahkan kepada mereka. Tapi hal ini tidak terlaksana sebab ungkap Goris, tidak ada kesepakatan dengan umat dan pastor yang bertugas di gereja Sikka.


Warna Asli

Bangunan gereja tua ini jika dilihat dari depan berbentuk kerucut dua susun. Pada bagian depan pintu dibangun sebuah atap kecil berbentuk sama hanya lebih pendek dengan ketinggian sekitar 3 meter.Atap tersebut ditopang dua buah kayu yang disatukan dengan sebuah kayu melintang di atasnya. Kayu berbentuk segi empat ini semunya selebar ± 15 sentimeter.Kayu penopang ini berdiri di atas landasan batu kali disusun setinggi ± 40 sentimeter.

Kedua tiang penopang ini juga disatukan sejajar dengan kayu di ditembok dinding gereja masing – masing sepanjang 1,5 meter. Lebar kayu berbentuk segi empat ini ± 20 sentimeter dimana pada bagian tengahnya masing –masing dipasang sebuah kayu penahan dengan lebar lebih kecil ± 10 sentimeter.Empat buah kayu yang dipasang menyilang di bawahnya selain berfungsi menambah daya ikat juga membuatnya terlihat lebih indah.

Pintu kayu dengan tinggi ± 2 meter berwarna cokelat muda terdiri dari dua daun pintu masing – masing selebar ± 50 sentimeter.Bagian atas pintu setinggi ± 35 sentimeter terdapat 4 buah lubang angin dengan tiga kayu di tengahnya sebagai pembatas. Lubang angin dari kayu lengkung dibentuk menyerupai bulat telur dan diberi guratan garis–garis kecil.Kiri kanan tembok depan pintu masuk terpasang masing–masing dua kaca tertutup rapat. Kaca bergambar motif kuno ini masing –masing setinggi 1 meter dan 1,5 meter.

Menara lonceng setinggi ± 15 meter terlihat menjulang dari kejauhan dengan sebuah salib besi berwarna putih di atasnya. Di dalam menara terdapat sebuah lonceng besi berdiameter ± 30 sentimeter dimana terdapat sebuah besi bulat di tengahnya. Pada pangkalnya diikatkan sebuah tali yang menjulur hingga ke lantai.Jika tali di bagian bawah dihentakan, maka lonceng tersebut bergerak kiri–kanan dan mengenai besi tersebut hingga menimbulkan bunyi. Bunyi lonceng biasanya dipakai untuk memberikan tanda atau memanggil umat untuk mengikuti perayaan ekaristi di gereja atau ada kegiatan lainnya.

Dua tingkat menara lonceng berbentuk segi empat semuanya berbahan kayu sementara bentuk kerucutnya berbahan seng yang disambung dari potongan- potongan kecil berbentuk ketupat.Menara kayu tersebut di cat warna abu–abu sementara seng berwarna merah senada dengan warna genteng. Kedua pendopo pintu samping gereja juga berbentuk sama seperti di pintu depan hanya panjangnya hanya ± 1 meter.

Semua tembok gereja tua di cat berwarna putih sementara tiang–tiang berwarna cokelat. Kayu jendela berwarna putih. Jika dilihat dari samping, sebagian genteng masih belum di cat dan berwarna kusam hitam keabu-abuan.Genteng pendopo depan gereja pun masih belum di cat. Sebelah kiri pintu masuk gereja dipasang prasasti yang tertera tahun pembangunan gereja ini.

“Genteng kami belum cat semua karena catnya habis. Kami tidak punya uang untuk membelinya lagi karena harganya mahal. Kalau pakai cat yang mahal, warnanya mirip warna asli dan bisa tahan lama. Untuk memugar gereja, kami dapat dana dari donator luar negeri “ ujar Goris saat ditanyai

Dinding Motif Tenun

Memasuki gereja selepas pintu depan, pengunjung disambut dua buah patung di kiri kanan setinggi ± 1,5 meter.Bagian kanan terpampang patung St.Ignatius Loyola pendiri ordo Serikat Yesus (SJ) dan pelindung gereja ini, sementara sejajar di kirinya berdiri patung Santo Yosef. Persis di samping kiri dinding pintu masuk bagian dalam terdapat batu prasasti mengenang pastor pertama gereja ini asal Belanda.Disitu tertulis, R.P.C.J.F.Le Cocq D’Armandville,SJ, Natus 29 Mart 1846,Obiit 27 Maji 1896.

“Semua bangku di dalam gereja memakai kayu jati. Waktu selesai rehab pastoran banyak tersisa potongan kayu jati dan kayu utuh yang belum terpakai.Saya usulkan kepada pastor Felik agar kayu tersebut diabuatkan bangku saja “ucap Goris.

Kiri kanan bangunan bagian dalam gereja ditopang masing – masing 16 tiang kayu yang memanjang daripintu depan hingga altar. Kayu–kayu tersebut dibentuk melengkung dan disambung membentuk atap kerucut.Kayu-kayu tersebut diikat dengan kayu – kayu berbentuk silang.Tiap-tiap sisi bangunan setelah tembok terpasang 36 jendela kayu yang dibiarkan terbuka.Sementara jendela atasnya di setiap sisinya terdapat 48 jendela kaca berwarna kuning kusam.

Sekeliling dinding gereja terlukis motif inkulturtif  tenun ikat Sikka yang dilukis sejak awal gereja dibangun.Bagian altar dilukis motif Gabar motif tenunan khusus pakaian raja berbentuk belah ketupat.Sementara dinding lainnya dilukis dengan motif Wenda berbentuk buah kapas, motif tenun ikat yang biasa dipakai masyarakat dalam keseharian tapi tidak dikenakan saat pesta.

“Lukisan motif ini ada sejak awal gereja dibangun.Warnanya pernah diperjelas lagi karena sudah kusam. Meski sedikit berbeda tapi motifnya tetap sama “ucap Goris.

Dua buah mimbar dari kayu jati berbentuk segi empat terlihat kokoh di kiri kanan altar.Empat buah kaca di belakang altar salah satu kaca di bagian kiri, setengah kacanya sudah pecah sehingga ditutup memakai triplek. Kuburan di sekililing gereja juga jadi satu kekhasan gereja ini sejak awal dibangun seperti terdapat di gereja-gereja tua di Eropa.


Bagian depan gereja bagian utara terdapat kapel Senhor sementara bagian selatan terdapat sumur tua yang selesai dikerjakan tanggal 01 Desember 1969 oleh pater Musinski, Superior General (Supgen) ordo SVD (Serikat Sabda Allah).Sementara itu, berhadapan dengan gereja tua, terdapat gedung pastoran.Bangunan berdinding kayu jati dengan panjang ± 20 meter dan lebar ± 6 meter ini kaca jendelanyapun masih asli seperti dulu.Hingga saat ini, dalam setiap perayaan ekaristi dihari Natal dan Paskah masih mempergunakan bahasa Latin. Biasanya pemakaian bahasa saat misa dibagi dalam tiga bahasa yakni bahasa Sikka, Indonesia dan Latin.Pemakaian bahasa dalam misa ini dilakukan bergantian tiap minggunya.

Ebed de Rosary
Wartawan Cendana News.Com

Semana Santa di Larantuka Flores Timur ( I )

Semana Santa di Larantuka Flores Timur ( II )

Semana Santa di Larantuka Flores Timur ( III )

Semana Santa di Larantuka Flores Timur ( IV )


Senja di Pelabuhan Waidoko, Konga, Flores Timur.

Wu'un Nuran Balawelin- Solor Barat - Flores Timur.( I )

$
0
0
Persiapan dan ritual Bau Baku. ( Bagian Pertama )


Yang baju hijau di foto pertama isteri kepala desa Balawelin yang sudah repot menampung dan memberikan pelayanan yang sangat baik terhadap saya dan teman wartawan TV saat meliput acara ini dan menginap di rumahnya.selama seminggu.Sangat menarrik rangkaian acara ritual adat yang diselenggarakan 5 tahun sekali dan dihadiri seluruh keturunan suku asal Balawelin sehingga semuanya berusaha hadir meski berada di perantauan.











Edisi Wu'un Nuran Balawelin- Solor Barat - Flores Timur.( III )

$
0
0

Persiapan dan ritual menjelang Misa di Kapela Balawelin di puncak bukit yang dipadati ribuan pengunjung di tahun 2015 lalu.











Edisi Wu'un Nuran Balawelin- Solor Barat - Flores Timur.( II )

$
0
0
Persiapan dan ritual menjelang Misa di Kapela Balawelin di puncak bukit yang dipadati ribuan pengunjung di tahun 2015 lalu









.

Wu'un Nuran Balawelin- Solor Barat - Flores Timur.( IV )

$
0
0
Persiapan dan ritual menjelang Misa di Kapela Balawelin di puncak bukit yang dipadati ribuan pengunjung di tahun 2015 lalu.












Mancing Mania di Maumere

Sikka Penting Memiliki Renstra dan Gugus Tugas PAUD HI

$
0
0



MAUMERE – Rencana strategi  Pengembangaan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif (PAUD HI) di kabupaten Sikka untuk 5 tahun ke depan harus segera disusun. Renstra ini penting dan harus ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus tugas yang akan mengimplementasikan di lapangan nantinya.

Hal ini disampaikan, Eka Hadiyanto, Program Area Manager Flores, Plan Internasional saat ditemui Cendana News di kantornya, Kamis (3/3/2016). Dikatakan Eka, sapaannya, untuk mewujudkannya, Plan Sikka membuat Workshop Road Map atau Rencana Aksi Daerah PAUD HI di Kabupaten Sikka berlangsung sejak Selasa (1/3/2016) hingga Kamis (3/3/2016).

Workshop yang digelar bersama Pemkab Sikka yang berlangsung di Aula rujab Bupati Sikka ini sebut Eka sangat penting guna menyamakan persepsi para pemangku kepentingan di kabupaten Sikka. Road Map ini penting tambahnya, karena setiap orang mengerjakan secara terpisah-pisah.

“ Kalau digabung menjadi satu maka kerjanya lebih efektif. Untuk mencapai itu maka kita dorong pembentukan gugus tugas yang terdiri dari berbagai elemen.Bupati juga meminta agar hasil Road Map ini dimasukan dalam rencana pembangunan di tahun 2017,” kata Eka.
Eka Hadiyanto, Program Area Manager Flores Plan Internasional.
Selain itu sebut Eka, pihaknya mendorong Pemkab Sikka dan DPRD Sikka agar membuat Perda terkait PAUD. Ranperda tersebut lanjut Eka sudah dibahas dan sedang melewati proses akhir untuk ditetapkan menjadi Perda. Plan Sikka lanjutnya, hanya ingin memastikan PAUD HI bukan sekedar diskusi judul, tapi semua pemangku kepentingan mengetahui arahnya kemana, pencapaiannya kemana dan siapa yang terlibat sebab hal itu sangat penting.

“ Kami bukan pemain utama, kami hanya mendorong dan memastikan agar hal ini bisa berjalan. Kita mau membuat peta jalan PAUD HI, menyamakan perepsi. Kenapa di pemerintah harus ada 3 SKPD yang menangani, kenapa tidak digabung menjadi satu sehingga semuanya terintegrasi, “ tuturnya.

Pengembangan usia dini ini jelas Eka, sebenarnya berada dalam rentang usia 0 sampai 3 tahun dan 3 sampai 6 tahun tapi harusnya dimulai saat seorang ibu hamil dimana pola pengasuhan, pemberian nutrisi yang cukup hingga melahirkan.

Pemanganan sejak dini kata Eka merupakan dasar, rentang usia yang sangat krusial bagi pertumbuhan manusia berikutnya. Kalau hal ini tidak dilakukan ujar Eka, maka jangan berharap anak kita ke depannya akan menajdi baik.

“ Salah satu contoh, apabila kita berkata kasar terhadap anak-anak, hal ini akan tersimpan dengan baik oleh mereka. Kalau orang tuanya boleh memaki, boleh memukul maka saya juga boleh melakukan itu. Ini yang harus kita putus mata rantainya, “ ungkapnya.
.
Plan sambung Eka, percaya bahwa anak adalah generasi yang akan menjadi pemimpin masa depan. Semua anak mempunyai kesempatan dan hak yang sama untuk berkembang. Untuk itu papar Eka Plan menterjemahkannya dalam program-programnya dimana salah satunya Pengembangan Anak usia Dini. Untuk di kabupaten Sikka papar Eka, pihaknya baru men dampingi 97 desa dari 147 desa dan kelurahan yang ada.

“ Perlu diidentifikasi peran SKPD, pihak kecamatan dan desa serta pemangku kepentingan guna menyuskseskan PAUD HI Sikka. Diharapkan dengan adanya workshop ini semunya bisa satu persepsi, “ harap Eka.

Bupati Sikka, Drs.Yoseph Ansar Rera saat membuka kegiatan workshop, memotivasi semua pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengurus kesehatan dan pendidikan anak usia dini agar mulai membangun pengembangan anak usia dini holistik dan integratif.

Ansar meminta Bappeda Sikka agar harus mulai tahun ini (2016) merancang program agar di tahun 2017 semua desa memiliki program PAUD HI dan masuk ke dalam rencana pembangunan di tingkat kabupaten.
 
Irma Tibuludji Rera, Ketua Team Penggerak PKK kabupaten Sikka
Ketua Team Penggerak PKK kabupaten Sikka,Ibu Irma Tibuludji Rera, yang ditemui Cendana Newws,Kamis (3/3/2016) di sela-sela kegiatan mengatakan, kegiatan workshop dan road map ini sangat membantu pemerintah terutama pembentukan gugus tugas dalam pengembangan anak usia dini. Dikatakan ibu Irma, dengan adanya gugus tugas bisa diketahui bagaiman peran semua SKPD yang masuk didalamnya.

“ Dengan adanya gugus tugas diharapkan ke depannya pelayanan terhadap anak sudah terpadu dan tidak tumpang tindih ” ujar Ibu Irma.

Peran PKK sendiri beber isteri hupati Sikka ini yakni mengimplementasikannya dalam keluarga sesuai dengan tugas pokok PKK yang terdapat dalam 4 Pokja dimana pokja satu terkait pola asuh anak, pokja dua pendidikan, pokja tiga tentang pangan serta pokja empat terkait kesehatan.

“ Kita sudah dibekali selama 8 tahun oleh Plan sehingga apa yang didapat akan kita tularkan ke kecamatan.Sisa dari kecamatan yang belum dibina Plan akan kami tangani sampai ke desa, “ papar Irma.

Pengembangan anak usia dini di Sikka dilihat Irma semakin lama semakin baagus namun faktor geografis yang sering menjadi kendala. Selain itu point positifnya sambung Irma, di desa sudah ada regulasi pemakaian dana desa untuk pendidikan anak usia dini. Pemkab Sikka tutur Irma, sangat membantu dan PKK Sikka bersama Pemkab Sikka sudah sepakat menjadikan kabupaten Sikka sebagai kabupaten layak anak.

Intervensi ke arah itu sambungya sudah dilakukan sejak bayi berada dalam kandungan seribu hari pertama, bagaimana peran keluarga terutama suami membantu sang isteri yang sedang hamil. Jika hal ini dilakukan secara baik sangat bermanfaat menekan angka kematian ibu dan anak terutama lewat kegiatan posyandu.

Irma berharap mudah-mudahan dengan kegiatan ini, semua pembangku kepentingan selalu kompak dan saling kordinasi, bekerjasama secara baik dalam gugus tugas sehingga cita-cita kita mendapatkan anak-anak Sikka yang cerdas, sehat, berakhlak mulia bisa tercapai .

“ Ini penting untuk masa depan generasi muda nantinya.Visi Satu sikka mandiri dan sejahtera bisa tercapai bila salah satunya kalau anak-anak dan ibu diperhatikan secara baik sejak awal,” punkas Irma.

Kegiatan yang dimotori Plan Internasional Sikka ini berlangsung selama 3 hari ini diikuti oleh PKK kabupaten Sikka, Badan Pemberdayaan Masyarakat, dinas PPO, Bappeda, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Dinas Kesehatan dan LSM pemerhati PAUD.

Ebed dde Rosary Warawan CendanaNews.Com (CDN)

Ijasah Paket C Kades Nelle Urung Terindkasi Palsu

$
0
0




 Benediktus Lewe, petugas pada Dinas Pendidikan,Pemuda dan Olahraga yang menangani ijasah paket C.
 MAUMERE – Kasus dugaan penggunaan ijasah Paket C yang diduga palsu oleh Kades Nelle Urung kecamatan Nelle kabupaten Sikka, Yulius Welung kian menemukan titik terang. Nama Yulius disebutkan tidak terdaftar di data Dinas Pendidikan,Pemuda dan Olahraga kabupaten Sikka untuk mengikuti ujian Paket C.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) Sikka, Simon Subsidi, yang ditemui Cendana Newsdi ruang kerjanya, Kamis (3/3/2016), mengaku sudah mengetahui informasi dugaan ijazah palsu tersebut.
Simon mengatakan, informasi resminya akan diberikan setelah pihaknya menelusuri kebenaran dugaan penggunaan ijasah ini oleh Kades YW yang baru dilantik bupati Sikka, Senin (29/2/2016) bersama 31 kepala desa lainnya.
Simon saat ditanyai Cendana News terkait tindakan yang akan dilakukan dinasnya, kembali menyebutkan akan meneruskan informasi ini ke bupati Sikka. Mantan Kepala Inspektorat Sikka ini mengatakan, hal ini perlu dilakukan sebab YW baru saja dilantik Bupati Sikka.
Benediktus Lewe, bendahara gaji pada Dinas PPO Sikka, yang ditemui wartawan, Selasa (1/3/2016 ) mengatakan, nama YW tidak terdaftar di data peserta ujian Paket C.Benediktus yang pernah bertugas  pada Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sejak 1995 sampai 2014 mengaku tidak menemukan nama YW dalam buku catatannya.
“Kalau dia pakai ijazah Paket C Tahun 2007 saya menduga itu ijazah palsu karena dia tidak pernah terdaftar di tahun 2007. Tidak ada yang namanya YW terdaftar sebagai  sebagai peserta Paket A, Paket B, dan Paket C, “ ujar Benediktus setelah mengecek buu catatan pengambilan ijasah Paket C.
Pada buku data pengambilan ijazah dia menulis keterangan pengambilan ijazah, dari nama peserta, nomor ijazah, nomor seri, tanggal pengambilan dan tanda tangan peserta. Bendiktus juga diberi tugas menulis seluruh data pada ijazah, termasuk untuk ijazah Paket C di Tahun 2007.
Ijasah yang dipergunakan Kades Nelle Urung yang diduga palsu.
Terdapat beberapa kejanggalan dalam foto copy ijasah Paket C atas nama YW.Diakatakan benediktus, huruf asli tulisannya hanya tertinggal pada tulisan nomor seri dan tulisan nama kepala dinas, sedangkan tulisan lainnya sudah bukan hurufnya lagi. 

Kejanggalan kedua sambungnya, selain cap tiga jari di atas foto, terlihat juga ada tanda tangan dari samping kiri foto. Menurut Bendiktus, untuk ijazah hanya berlaku cap jempol tanpa tanda tangan. 

Sementara kejanggalan berikutnya, sambung Benediktus,cap stempel Dinas Pendidikan yang asli diameternya lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter cap stempel Dinas Pendidikan pada fotocopy ijazah tersebut. Juga nomor induk 094, nomor seri 24PC0800038, dan nomor ijazah 138618 yang tertera pada fotocopy ijazah yang diduga palsu, adalah milik seorang peserta bernama Fransiska Karolina.

Peserta ini sambungnya, tidak lulus pada SMAK St. Gabriel, dan waktu itu langsung mengikuti ujian persamaan.Nama Fransiska Karolina ungkap Benediktus, juga terdata pada buku pengambilan ijazah, di mana yang bersangkutan mengambil ijazah Paket C Tahun 2007 pada 14 Februari 2008.

Untuk diketahui,, salah satu dari 32 kepala desa (kades) terpilih dalam Pilkades serentak 31 Januari 2016 dan dilantik bupati Sikka, Drs.Yoseph Ansar Rera, Senin (29/2/2016) diduga menggunakan ijasah palsu dalam pencalonannya.Kades bernama YW asal desa Nelle Urung kecamatan Nelle tersebut dipersoalkan oleh masyarakat.

Hal ini disampaikan Siflan Angi, Senin (29/2/2016) kepada Cendana News dan rekan wartawan usai pelantikan serentak 32 kades terpilih yang dilaksanakan di aula Unipa Maumere. Siflan yang juga ketua fraksi partai Nasdem DPRD Sikka tersebut menunjukan bukti foto copy ijasah yang dipergunakan Yulius.

Ebed de Rosary
Wartawan Cendana News.Com (CDN)

Ohu Ai Prungan Hidangan Lokal Gaplek Tana Ai

$
0
0




MAUMERE -Ubi kayu atau singkong merupakan makanan lokal masyarakat Flores dan NTT.Berbagai macam cara pengolahan ubi disajikan setaip daerah menambah khazanah kuliner nusantara.Bagaimana warga Tana Ai mengolah ubi kering (gaplek) menjadi makanan lezat siap yang disajikan bersama Mage Wair masakan ikan kuah asam yang dibakar di bambu?.Ikuti liputannya berikut.

Kali ini kembali Cendana Newsdisuguhkan makanan Etnis Tana Ai..Etnis di wilayah timur kabupaten Sikka ini masih terkenal kental mempertahankan adat dan budaya.Makanan lokal sederhana namun terasa memanjakan lidah sering kali disajikan setiap ada perhelatan pernikahan,sambut baru (komuni pertama) maupun ritual adat.

Tak kesulitan Minggu (6/3/2016) Cendana Newsdisuguhkan makanan lokal ini oleh Maria Wiliborda Parera,warga kelahiran Wairbou,desa Nebe kecamatan Talibura dir rumahnya di kota Maumere. Ubi kayu kering (gaplek) jelas Maria,biasanya diambil dari kebun.Setelah dikupas,ubi tersebut dikeringkan dengan cara dijemur minimal dua minggu.Masyarakat Tana Ai sebut Maria,sering menyimpan ubi kering tersebut di dalam Kata (anyaman dari daun kelapa) yang dipakai untuk menyimpan ubi dan jagung dalam pondok di areal kebun.

Ditumbuk Halus

Maria Dua Lodan kepada Cendana News menuturkan,dirinya sedang membuat makanan lokal Tana Ai yang dinamakan Ohu Ai Nome.Ohu Ai bahasa Tana Ai artinya ubi kayu sementara Nome merupakan anyaman dari daun lontar berbentuk kerucut. Masyarakat wilayah tengah kabupaten Sikka menamakan masakan ini Ohu Ai Prungan.Meski berbeda nama sebut Dua Lodan,bahannya dan cara pembuatannya juga sama. 

Maria Wiliborda Parera yang sedang meunmbuk ubi kayu di Lesung memakai Alu mengatakan,ubi kayu ditumbuk di Lesung hingga halus lalu ditapis memakai Nyiru.Ubi yang ditumbuk tutur Wiliborda harus sampai halus menyerupai tepung.

Sementara itu,di saat bersamaan seorang wanita terlihat sedang memarut kelapa. Kelapa yang dipakai jelas Wiliborda sebaiknya jangan terlalu tua biar hasilnya lebih renyah dan baunya lebuh harum.Kelapa parut dan tepung ubi kayu (Ohu Ai) diaduk merata di Nyiru(Lida) seraya diremas kedua tangan.

“Saat diaduk tambahkan sedikit air saja biar legket. Biasanya cuma dicampur kelapa saja tanpa dicampur gula. Tapi kadang juga campur dengan gula merah atau gula aren “ungkap Wiliworda.

Setelah dirasa adukan sudah merata,campuran tersebut dikukus di periuk tanah yang ditaruh Nomediatasnya.Supaya uapnya tidak keluar, pinggiran periuk urai Wiliborda,ditempeli dengan sisa adonan.Jika tidak ada Nome tambahnya,adonan sering juga dikukus menggunakan Korak (tempurung kelapa) yang dilubangi bagian matanya.Korakpun seoerti Nome. diletakan di bagian atas periuk tanah. 


Pengganti Nasi

Masyarakat Tana Ai biasa menyantap hidangan Ohu Ai Prungan sebagai pengganti nasi saat di kebun.Bila dimakan sebagai pengganti nasi jelas Wiliborda campuran ubi dan kelapa parut tidak dicampur dengan gula merah.Campuran yang memakai gula merah sebutnya hanya disuguhkan saat sarapan pagi atau sore ditemani secangki kopi atau teh.

Selain memberi rasa manis, bila dicampur dengan gula aren Ou Ai Prungan yang sudah matang akan berwarna coklat.Kerap kali anak–anak mengambil adonan yang sudah merata tadi dan ditusuk di batang kayu. Adonan ini pun urai Wiliborda dipanggang di bara api.  Rasanya juga enak.

“Kalau dimasak atau dikukus memakai Nome maka hasil masakan akan berbentuk kerucut seperti tumpeng. Tapi kalau di kota orang sering kukus di dandang biar lebih praktis “paparnya.

Saat mencicipi hasil olahan ini Cendana News rasakan kelezatannya walau dibuat dengan bahan sederhana.Sambil ditemani segelas teh panas, Ou Ai Prunganatau Ou Ai Nome yang dicampur gula merah terasa manis.Teh pun hanya diberikan sedikit gula saja.Menikmati Ou Au Prunganbersama Mage Wair masakan ikan kuah asam di siang hari di bale–bale bambu serasa memberi sensasi tersendiri.

Ebed de Rosary
Wartawan Cendana News.Com

Berbagi Makanan,Menutup Rangkain Ritual Koke Bale

$
0
0



LARANTUKA–Ribuan warga komunitas suku adat Demon Pagong setia menanti ritual terkahir rangkaian upacara adat Koke Bale di di desa Lewokluok,Minggu (19/6/2016).

Sementara itu di sebuah areal yang dijadikan tempat pemotongan hewan kurban, kaum lelaki sibuk memotong daging kurban. Daging-daging tersebut dimasukan ke dalam anyaman daun Gebang  (Kolo). 

Disaksikan Cendana News beberapa lelaki dewasa terlihat cekatan memasukan potongan–potongan daging ke dalam daun Gebang (Enau) tersebut seraya mengikatnya. Terlihat juga beberapa tungku api yang diatasnya diletakan dandang dan wajan untuk memasak daging, 

“Areal pemotongan daging ini kalau selesai dipergunakan dan saat ritual adat belum selesai tidak boleh ada yang lewat disana karena bisa mendapat celaka.Itu pantangan dan jika dilanggar langsung kena sakit, ini pernah terjadi “ ujar Frans Beribe salah seorang pengurus Lembaga Pemangku Adat di desa Lewokluok.

Terlihat seorang tetua adat berjalan di pelataran Namang membawa beberapa kelapa muda.Menggunakan parang,kelapa tersebut di potong ujungnya lalu airnya disiram di tanah di beberapa tempat di Namang.
Kelapanya dibiarkan tergeletak di tempat tersebut, Juga 3 buah kelapa disiram di Nuba (batu tempat persembahan).Hal yang sama juga dilakukan oleh tetua adat di Korke.

Air kelapa diperciki di beberapa tiang yang ada di Korke.Selain itu kelapa muda yang ada di korke juga dibagikan usai ritual.

“Airnya diyakini untuk mendinginkan, menghalau Bala atau kesialan.Biasanya orang berebut memintanya untuk disiram di kendaraan atau rumah serta sekujur tubuh, “ tutur Frans.

Selain dibagikan sambung Frans,kelapa tersebut juga dibawa ke setiap sudut kampung di desa Lewokluok dan diletakan di 4 sudut kampung untuk memberikan kepada warga suku yang berdiam di Blepanawa Bama dan kampung laiinya di utara yang termasuk di dalam komunitas suku Demon Pagong.

“Kelapa diletakan disana dan dikirim secara gaib ke wilayah setiap komunitas suku berdiam.Air kelapa juga diperciki di bubungan atap rumah adat,”sambung Frans.



Menukar Makanan

Seraya menunggu waktu ritual dilanjutkan,beberapa lelaki menari Tandak di pelataran Korke.Usai semua daging dan Lorit yang dibawa disiapkan di Korke, upacara dilanjutkan.

Tumpeng (Tupe) yang disiapkan oleh suku Kabelen diberikan ke suku Lein yang memegang Padu, dan dilanjutkan dengan Maran yang membicarakan tentang pembagian Lorit dan daging kepada semua warga suku.

Sebelumnya Tupe diambil oleh U’o Matan dan ditaruh di beberapa tiang dan atap bagian dalam Korke.Arak di Dasa (tempurung kelapa) dan disiram ke tempat tersebut.

Beberapa tokoh adat berjalan mengelilingi bale – bale Korke dan mengambil Lorit di beberapa tempat. Lorit dari sebuah suku tersebut diambil dan ditukar ke wadah milik suku lainnya.

“Ini bermakna membagi rejeki dan menandakan kebersamaan. Jadi rejeki yang dilambangkan dengan makanan tadi dibagi ke semua suku agar semua mendapatkan rejeki yang sama, “ beber Linus Lino Kabelen ketua Lembaga Masyarakat Adat Demon Pagong.

Setelah semua Kolo berisi daging dan lorit dibagikan merata,tokoh adat suku Nedabang menyampaikan bahwa acara pembagian sudah selesai. 

Satu persatu perempuan menghampiri wadah yang dibawanya dan membawanya kembali ke rumah masing–masing. Para tetua adat masih bertahan di Korke.

Acara ditutup dengan Tihi Ketenek,makan daging sisa yang dialnjutkan dengan Tena Prat Lera Wulan, pesan terakhir, pesan pamit kepada Lera Wulan ( Dewa Langit ) dan Tanah Ekan ( Dewa Bumi ) bahwa rangkaian kegiatan sudah selesai.

Disaat itu juga dilaporkan pertanggungjawaban kegiatan dan pemakaian dana oleh Lembaga Pemangku Adat serta membahas rencana pembukaan kebun baru ( Elo Buka Etan ).Semua suku kembali ke rumah suku untuk melakukan evaluasi dan membahas rencana kegiatan tahun depan.

Setelah ritual selesai papar Linus yang juga menjadi ketua Lembaga Pemangku Adat desa Lewokluok,semua warga dilarang melintas di Koke Bale sampai besok pagi

Selama waktu tersebut,komunitas suku meyakini para arwah leluhur akan datang ke Koke Bale dan menyantap makanan dan minuman sisa ritual adat.Binatang yang berkeliaran di tempat tersebut selama waktu tersebut diyakini merupakan jelmaan dari arwah leluhur.

“Pantangan ini harus ditaati karena jika dilanggara maka warga yang melanggar akan mendapat sakit dan bisa meninggal saat itu juga,” pungkas Linus.

Penulis : Ebed de Rosary
 Wartawan Cendana News (www.cendananes.com) 
dan Mongabay (www.mongabay.co.id)


Bank Sampah Flores, Mengangkut Sampah Mengandalkan Bantuan Sukarelawan

$
0
0



( Bagian Pertama )

MAUMERE -Mendengar nama bank, tentu yang pertama terlintas dalam pikiran kita adalah uang. Bank selalu identik dengan sebuah lembaga keuangan tempat orang menabung dan meminjam uang. Tapi bank yang satu ini malah tak memiliki uang. Bank Sampah Flores nama lembaga yang didirikan tepat dihari valentine 14 Februari 2014.

Bank yang dirikan oleh 12 orang dimana 6 orang pendirinya merupakan kaum difabel atau penyandang cacat ini, selama 21 bulan kiprahnya harus berjalan tertatih – tatih. Semua pendiri dan karyawan bekerja secara sukarela alias tanpa digaji. Akibatnya, kini tinggal 2 orang saja yang aktif yakni Wenefrida Efodia Susilowati atau kerap disapa Susi selalku inisiator dan Fransiskus Saverinus atau akrab disapa Saver seorang penyandang cacat.

Saat ditemui penulis  di rumah yang juga dijadikan kantor persis di jalan negara Trans Flores samping pantai Paris yang selalu ramai dikunjungi warga Maumere kabupaten Sikka, Sabtu ( 12/12/2015 ) Susi yang dijuluki Ratu Sampah Indonesia oleh para tamu yang kerap berkunjung ke kantornya.Gelar Ratu Sampah Indonesia sebut Susi seraya tertawa saat  tamu – tamu yang datang melihat dia dan teman - temannya melakukan hal - hal kecil untuk menyelamatkan dunia khsususnya melalui kegiatan peduli sampah. 

“ Mereka selalu mengatakan tempat kami sebagai istana sampah sehingga saya dijuluki gelar tersebut.Tapi sebagai ratu saya tdk bisa hidup sendiri, bekerja sendiri harus ada rakyat yang membantu saya “ ujar Susi.


Merawat Bumi

Saat ditanyai mengapa mendirikan Bank Sampah Flores Susi pun bersemengat dan mulai berceritera. Hampir 6 tahun yang lalu tutur Susi, dirinya bersama keluarga pindah ke Maumere, Flores dan membeli tanah di pinggir pantai. Saat musim barat, mereka selalu selalu memanen sampah teristimewa sampah palstikyangmenumpuk di pesisir pantai dan hal ini berlangsung terus setiap tahun.

Kejadian berikutnya yang tidak mengenakan juga beber Susi, setiap bangun pagi, di halaman rumah selalu ada pampers dan pembalut wanita. Rupanya benda ini sebut Susi dibawa anjing karena di samping rumah mereka ada halaman kosong yang oleh masyarakat seenaknya dijadikan  sebagai tempat sampah umum.

Selain itu sambungnya, karena ankanya sudah remaja, dirinya melihat, setiap hari Valentine pasti akan banyak orang yang memberi hadiah sehingga banyak kertas kado dan bungkus cokelat dipergunakan. Di hari itu pasti produksi sampah meningkat,pikir Susi sehingga tanggal itu dipilih sebagai hari lahirnya Bank Sampah Flores.

Sebagai orang Katolik, Susi pun teringat akan sebauh ayat dalam Kitab Suci Alkitab dimana dikatakan “ Allah Menciptakan manusia untuk merawat dan memelihara bumi dan segala ciptaanNya “,  to taker of it tapi tujuan itu sambungnya belum tercapai karena manusianya sibuk sekolah dan setelah pintar bercita - cita mendapatkan pekerjaan yang baik dan menghasilkan uang. Jadi orientasinya kata Susi hanya mencari uang sehingga tujuan Allah menciptakan manusia belum tercapai.

“ Kami berjalan dengan apa adanya, dengan tenaga tenaga sukarela.Kami memulainya dari nol, form sero to hero karena visi kami sampah nol, from sero to sero wise “ tutur perempuan yang bersuamikan pria asal Belanda ini.


Sosialisasi dan Edukasi

Selama 21 bulan perjalanan Bank sampah Flores, Susi dan teman – temannya melihat, masih banyak sampah yang dibuang sembarangan. Ada banyak penyebab kata Susi yakni pertama terkait  perilaku masyarakat.Yang kedua, sebutnya,  kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak membuang sampah sembarangan.Ke tiga lanjut Susi, fasilitas umum seperti tempat sampah yang disediakan sangat tidak cukup serta pihak perusahaan masih banyak menggunakan packaging dari bahan plastik. Yang kelima dari pemerintah belum adanya kebijakan terkait sampah seperti peraturan daerah atau isntruksi bupati.

“ Kami melihat banyak tanah kosong yang dijadikan tempat pembuangan sampah liar.Solusinya harus ada pembagian peran, karena tugas itu kalau kita jalankan secara holistik pasti akan ringan “ sebutnya.

Karena didirikan secara sukarela dan tidak ada dana maka bagaimana mengadakan pelatihan, uangnya dari mana? Susi mengatakan, setiap ada event di kantor desa atau kecamatan pihaknya datang dan meminta ijin panitia untuk memberikan waktu  pihaknya berbagi. Susi bersyukur karena selama ini pihaknya selalu diberikan kesempatan.Bahkan saat acara pramuka yang dihadiri para kepala sekolah dari 9 kecamatan bulan November 2015 pihaknya pun diberi kesempatan sosialisasi.

Bank Sampah Flores juga melakukan sosialisasi ke sekolah – sekolah, kelompok masyarakat dan agama baik di Maumere maupun di beberapa kota lainnya di propinsi Nusa Tenggara Timur. Dikatakan Susi, pihaknya melakukan edukasi berkelanjutan di sekolah, sementara dimulai dari Sekolah Dasar ( SD ) dan diharapkan tahun 2016 bisa mulai dari play group.Bank Sampah Flores bekerja sama dengan Eco Flores mengerjakan program untuk SD dengan menerbitkan buku pelajaran Indonesia Hijau.

Untuk Maumere awal tahun 2016 kata Susi pihaknya sudah siap untuk melatih 50 SD.Kalau dana ada Desember ini, bebernya, pihaknya akan melakukan TOT ( Trainer Of Trainer ) bagi para guru. Untuk Manggarai Barat ( Mabar ) terang Susi, sudah diprogramkan oleh dinas Pendidiakn,Pemuda dan Olahraga ( PPO ) Mabar dimana Bank Sampah Flores diminta melatih 283 sekolah sekitar bulan April 2016.

“ Fokus utama program Indnesia Hijau menyebarkan kesadaran bagaimana mengetahui jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari dan bagaiamana kita mengurangi, menggunakan kembali serta mendaur ulang, ini pendidikan berkelanjutan.Setelah ada pengetahuan dan mereka mengumpulkan sampah baru kami akan mengambilnya “ sebutnya. ( Bersambung )

Bank Sampah Flores, Mengangkut Sampah Mengandalkan Dermawan

$
0
0



( Bagian Kedua )

MAUMERE -Bertamu ke Bank Sampah Flores yang juga dijadikan rumah tinggal Wenefrida Efodia Susilowati atau kerap disapa Susi, kita akan merasakan suasana asri dimana ada taman yang dipenuhi pepohonan seraya menikmati laut utara Flores yang hanya beberapa langkah saja dari kantor ini.Pepohonan ini sebut Susi dipupuk menggunakan pupuk organik yang diolah dari sisa bahan makanan.

Saat bertandang ke rumahnya Sabtu ( 12/12/2015 ), Susi mengajak  penulis memanen pupuk cair organik yang dibuatnya dari bahan – bahan sisa makanan seperti sayuran dan lainnya. Pupuk cair ini oleh Susi ditaruh di dalam botol - botol plastik dan dipakai untuk memupuk tanaman di pekarangan rumah sekaligus kantornya.Kadang juga pupuk ini dijual untuk dijadikan modal membeli sampah dari masyarakat.

Susi praktis kini bekerja berdua bersama Fransiskus Saverinus salah seorang kaum difabel yang juga seorang pendiri. Dari 12 pendiri sejak berjalan 6 bulan banyak yang tidak aktif karena di Bank Sampah Flores tidak diberi gaji. Paling banyak hanya mendapatkan uang transport dan makan saja. Namun jika ada sosialisasi maka bila ada waktu para pendiri lainnya akan ikut bergabung.



Makanan Ikan

Kirman, salah pemilik home stay Anker Mi Watumita di desa Wairterang, Waigete yang ditemui penulis Minggu ( 13/12/2015 ) mengatakan, adanya Bank Sampah Flores bisa memberikan edukasi kepada masyarakat terkait sampah. Sampah plastik sebut Kirman paling banyak dijumpai di pesisir pantai. Hal ini sesalnya mengganggu keindahan pantai dan membuat para wisatawan asing sering mengeluhkan hal ini.

Untuk menghemat sampah plastik sebutnya, pihaknya menyiapkan air isi ulang sehingga para tamu hanya memabwa botol saja dan mengisinya sehingga tidak membeli air dalam botol plastik kemasan.Sampah – sampah yang ada pun sebut kirman dipilah dan akan ddisetor ke Bank Sampah Flores. Sebagai pengusaha pariwisata, dirinya berharap agar pemerintah bisa bekerja sama dengan Bank Sampah Flores memberikan edukasi dan membesarkan bank sampah ini karena bisa membuat tempat wisata dan kota jadi bersih serta mendatangkan pemasukan bagi masyarakat.

Menurut Susi, sampah di laut dan pesisir pantai akibat dari kebiasaan masyarakat yang membuang sampah di saluran, di pinggir jalan dan di pesisir pantai.Kalau musim hujan  sebut Susi banyak sampah plastik yang dibuang di saluran, di jalan, di kali mati, akan terbawa banjir ke laut. Sampah plastik itu beber Susi, akan terurai dalam kurun waktu tertentu menjadi molekul - molekul kecil yang akan dimakan biota laut. Ikan - ikan ini yang makan juga manusia ujar Susi sehingga otomatis tubuh manusia akan terkena racun.

“ Kami konsen dampak dari pencemaran dari sampah itu sendiri terhadap air,tanah dan udara karena tanpa disadari akan berdampak bagi kesehatan kita, “ ujar Susi.

Pihaknya terang Susi selalu meminta agar pemerintah menyediakan tempat sampah di lokasi perumahan dan tempat umum lainnya yang saat ini di kota Maumere fasilitas ini sangat minim. Selain itu ke depan pihaknya akan bekerjasama dengan dinas pariwisata dan bidang kebersihan dan pertamanan serta badan lingkngan hidup untuk bersama memerangi sampah.Kerjasama ini tutur Susi yang beum terjalin baik dan semua pihak masih bekerja sendirian.



Mencari Yang Peduli

Fransiskus Saverinus, salah  seorang pendiri dari kaum difabel sekaligus relawan yang masih bertahan dan bertugas menangani gudang mengatakan, selama perjalanan Bank Sampah Flores pihaknya sudah mengirim ke Jawa 44 ton sampah dan kini memiliki 1.156 nasabah.Selain itu, sudah terbentuk juga satu Bank Unit di Kewapante. Di Bank Sampah Flores sampah yang dijual uangny tidak diambil tetapi ditabung danbisa diambil setiap 3 bulan

“ Sampah kami kumpuk hingga banyak lalu kami kirim ke Jawa untuk daur ulang. Kalau sudah dapat uang baru kami bayar ke nasabah karena kami tidak punya uang cash, “ ujar Saver panggilan akrabnya.

Gedung yang dipakai sekarang untuk gudang pun sambung Saver merupakan gedung bekas pembuatan kompos milik propinsi NTT dan sejak beberapa bulan lalu dipinjamkan oleh pemerintah. Pihaknya pun tambah Saver pernah diberikan motor roda tiga bekas oleh pemerintah kabupaten Sikka, namun sering mogok dan diperbaiki hingga tidak bisa berjalan. Gara – gara mogok, tutur saver, saat pulang ambil sampah dari desa,dirinya bersama ibu Susi dan kawan lainnya mendorong motor tersebut sejauh 8 kilometer hingga tiba di kantor.

“ Kalau mau ambil sampah di desa – desa, kami sering membuat status di facebook dan ada saja orang yang secara sukarela menyumbangkan mobil untuk mengangkut sampah, “ ujar Susi.

Yang paling berkesan selama perjalanan Bank sampah Flores sebut Susi, masyarakat kabupaten Sikka dan Flores sangat antusias menerima ilmu tentang sampah. Yang membahagiakan juga lanjutnya, waktu selesai sosialisasi dan mereka langsung action, artinya kesadaran itu ada bukan hanya di dalam pikiran tapi action juga. Bahkan beber Susi ada juga yang dari desa bahkan di pilau yang sebulan sekali datang menabung sampah. 

Mimpi besar bank sampah Flores papar Susi,melalui sosialisasi dan edukasi yang dilakukan di kemudian hari masyarakat bisa menjalankan dan menularkan ke orang lainnya. Bila produk yang ada di toko kemasannya ramah lingkungan tentu sambung Saver hal ini akan jauh lebih baik. Tapi karena kekurangan logistik dan kendaraan, pihaknya hanya berupaya semampunya, Banyak nasabah yang ingin menerima uang cash usai menimbang sampah terpaksa tidak terlayani.

Susi dan Saver tetap optimis dan selalu berpikir positif karena keberhasilan itu suatu proses, dimana proses  pertama sosialisasi, dilanjutkan edukasi, daur ulang dan menjalankan sistem bank sampah. Mereka berharap dengan adanya peraturan daerah lama - lama pasti ada perkembangan.Keduanya  percaya dan mengatakan apa yang dilakukan merupakan sebuah proses. Pihaknya sedang berusaha untuk itu, dan masih mencari orang yang sangat peduli untuk membantu.

“ Mudah - mudahan setelah dipublikasikan ada yang memberikan bantuan. Kami tetap semangat karena sudah mulai kalau tidak dilanjutkan siapa lagi yang mau melakukan “ pungkas Susi.
Viewing all 339 articles
Browse latest View live